TEMPO.CO, Banjarmasin - Petugas Kantor Bea dan Cukai wilayah Banjarmasin memusnahkan barang kena cukai berupa rokok, minuman keras atil alkohol, dan paket kiriman pos tanpa dokumen resmi yang masuk melalui Kota Banjarmasin. Pemusnahan barang bukti lewat pembakaran ini merupakan hasil sitaan selama 2014-2015.
“Nilai potensi hilangnya penerimaan negara dari pajak saja sebesar Rp 6,2 miliar. Kalau harga barangnya bisa lebih banyak lagi,” kata Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Kalimantan Bagian Timur, Agus Sudarmadi disela pemusnahan barang ilegal di Banjarmasin, Kamis, 20 Oktober 2016.
Agus merinci, barang-barang ilegal dan kiriman pos luar negeri tanpa dokumen resmi itu terdiri atas 16.740.208 batang rokok ilegal, ratusan minuman keras berbagai merek, obat-obatan herbal, sex toys, mainan anak-anak, kosmetik, dan bibit tanaman. Menurut Agus, semua peredaran barang ilegal menyalahi pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Cukai.
Sex toys berupa alat kelamin pria dan wanita. Selain itu, Agus melanjutkan, peredaran barang ilegal melanggar hak kekayaan intelektual, membuat persaingan usaha tidak sehat, dan rawan memicu masalah kesehatan lantaran tidak sesuai SNI. “Pelaku bisa dipenjara paling sedikit satu tahun dan paling lama lima tahun,” tutur Agus.
Menurut dia, Kalimantan Selatan termasuk salah satu provinsi favorit peredaran barang ilegal. Rokok ilegal, kata Agus, menjadi barang subtitusi bagi masyarakat pedalaman di tengah melonjaknya harga rokok resmi. “Di Kalsel masih banyak yang mengkonsumsi barang seperti ini,” ujarnya.
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean B Banjarmasin, Hannan Budiharto, mengatakan ada indikasi penurunan tangkapan barang ilegal lewat Banjarmasin seiring makin intensifnya penegakan hukum di daerah asal barang. Selain itu, Hannan bekerjasama tukar informasi intelijen antar instansi, baik kepolisian, TNI-AL, Pelindo, dan karantina demi menekan masuknya barang ilegal di Banjarmasin,
Sementara ini, pihaknya sudah menindak 73 kasus pelanggaran cukai dan pencegahan barang impor tanpa dokumen pada periode Januari-September 2016. “Ada kecenderungan tangkapan turun di tahun 2016. Kami terus intensifkan kerjasama juga dengan instansi dimana produsen asal barang, seperti Jawa Timur dan Jawa Tengah,” kata dia.
Menurut Hannan, modus penyelundupan barang ilegal melalui angkutan ekspedisi yang disisipkan di sela tumpukan barang kebutuhan pokok. Modus semacam ini membuat petugas kesulitan menjerat sopir yang kedapatan membawa barang-barang ilegal. “Kalau ditangkap, sopirnya pasti enggak tahu apa-apa,” ujar Hannan.
DIANANTA P. SUMEDI