TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengaku keberatan atas rencana pemangkasan cost recovery atau biaya pengembalian operasi hulu minyak dan gas bumi yang akan dilakukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Pasalnya, pemangkasan tersebut dinilai bukanlah solusi utama untuk meningkatkan lifting minyak dan gas bumi.
"Terminologi cost recovery itu lebih pantas disebut investment recovery, maka memangkas cost recovery artinya sama saja dengan memangkas dana investasi," ujar Amien Sunaryadi, Kepala SKK Migas, dalam rapat kerja antara Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR di gedung MPR/DPR, Kamis, 20 Oktober 2016.
Sebelumnya, pemerintah telah berencana merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasional yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pihaknya menargetkan penurunan cost recovery 2016 sampai menyentuh angka US$ 10,5 miliar. Rencana tersebut juga didukung Menteri ESDM Ignasius Jonan, yang mengaku tengah mengkaji opsi pemangkasan cost recovery. Pemangkasan tersebut bertujuan semakin meningkatkan gairah eksplorasi minyak bumi.
Amien mengungkapkan bahwa besaran dalam cost recovery adalah besaran investasi. Dia menambahkan, "Jadi, kalau arahnya dipotong, sama saja dengan memotong investasi, tentu dampaknya akan negatif untuk industri hulu migas ataupun industri pendukung."
Sebenarnya yang menjadi tantangan, Amien mengungkapkan, bukanlah mengurangi investasi yang jadi cost recovery, melainkan bagaimana mengurangi expenditure yang terkait dengan investasi tersebut efisien. "Jangan ada pembengkakan, bribery-nya, mark-up, kuncinya itu, ya," ucapnya.
Namun, meski SKK Migas berwenang memberikan pertimbangan kepada Kementerian Energi, Amien mengaku SKK Migas tetap akan mengikuti apa pun kebijakan dari Menteri Energi nantinya.
FAJAR PEBRIANTO