TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Trikasih Lembong mengatakan menurunnya posisi daya saing Indonesia dalam World Economic Forum (WEF) 2016 di antaranya karena minimnya kebijakan ekonomi pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Akibatnya, posisi Indonesia lemah selama dua tahun pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla belakangan ini.
"Ya, karena kurangnya kebijakan lima tahun lalu," ucap Lembong seusai rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Selasa, 11 Oktober 2016.
Menurut Lembong, pemerintah sempat lengah saat harga komoditas tinggi. Saat itu Indonesia mendapatkan keuntungan dari ekspor komoditas, seperti sektor pertambangan.
Saat yang sama, negara lain yang minim komoditas bergegas menggenjot perekonomian dengan berbagai kebijakan. "Mereka lebih awal melakukan deregulasi dan modernisasi serta membuat perjanjian perdagangan dengan blok-blok negara maju, seperti Eropa dan Amerika," ujar Lembong.
Saat rapat koordinasi paket kebijakan ekonomi, tim kerja membahas posisi Indonesia yang kalah oleh Vietnam, India, dan Filipina. Karena itu, pemerintah akan mendongkrak daya saing dengan percepatan deregulasi dan modernisasi serta membuat kemitraan-kemitraan dengan blok-blok ekonomi maju. "Mungkin akan terasa tahun depan atau tahun berikutnya," tutur mantan Menteri Perdagangan tersebut.
Posisi daya saing Indonesia di World Economic Forum anjlok dari posisi 41 ke 37. WEF menyoroti 16 permasalahan, di antaranya soal korupsi, keterbatasan infrastruktur, dan inefisiensi birokrasi pemerintah.
Meski begitu, Lembong menilai sentimen investasi di Indonesia meningkat karena program deregulasi kuartal keempat 2015. "Ditambah lagi dengan aliran dana masuk dari tax amnesty. Jadi saat ini terasa sekali sentimen investor, sentimen pengusaha cukup terangkat."
PUTRI ADITYOWATI