TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian tengah mengkaji opsi-opsi untuk bisa menurunkan harga gas industri. Salah satu opsi yang dikaji adalah diturunkannya target penerimaan negara.
“Opsinya itu banyak dan semuanya agar harga gas bisa di bawah US$ 6 per MMBTU," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di kantornya, Kamis, 22 September 2016.
Dalam kajian ini, menurut Airlangga, instansinya menggandeng Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI).
Salah satu bentuk perhitungan yang telah dilakukan Kemenperin adalah turunnya potensi penerimaan negara sebesar Rp 48,92 triliun dan nilai tambah sebesar Rp 77,85 triliun jika harga gas ditetapkan sebesar US$ 3,8 per MMBTU. "Nanti hasil kajiannya akan kami bahas di rapat kerja lintas Kementerian," kata Airlangga.
Airlangga mengungkapkan hal itu usai bertemu perwakilan industri yang menggunakan gas sebagai bahan baku dan sumber energinya, hari in. Di antara perwakilan pengusaha itu ada Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga, Sekjen Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) Dadang Heru, dan Ketua Asosisasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang ESDM Sammy Hamzah.
Selain itu, Airlangga melanjutkan, Kementeriannya juga masih mengupayakan tambahan sektor industri penerima diskon harga gas. Sebab, saat ini Peraturan Presiden Nomor 40 tahun 2016 menyatakan bahwa diskon harga gas hanya mencakup tujuh sektor industry, yakni pupuk, industri petrokimia, industri oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca, dan industri sarung tangan karet. Kementerian Perindustrian ingin menambahkan empat sektor lain. "Bisa ditambah kok isi Perpres-nya demi hal tersebut," ujarnya.
Ia berharap, penurunan harga gas bisa cepat dilakukan mengingat harga gas internasional juga sedang turun. Ia mencontohkan harga gas di Rusia yang kini sudah berada di angka US$ 2,5 per MMBTU.
"Benchmark harga gas semakin turun karena kam mengikuti harga minyak dunia. Memang, Indonesia harus segera bergegas," katanya.
PINGIT ARIA