TEMPO.CO, Surabaya - Kantor Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur membantah organisasinya mengalami perpecahan.
Selain Kadin kepemimpinan La Nyalla, belakangan muncul Kadin Jawa Timur Paradigma Baru yang menggelar Musyawarah Provinsi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) pada 18-19 September lalu di The Singhasari Resort, Kota Batu. Dalam musyawarah itu, forum memilih Basa Alim Tualeka sebagai ketua untuk periode 2016-2021.
"Saya sampaikan, pada prinsipnya, tidak ada satu pun yang berhak mengklaim ada Kadin lain. Kadin Jawa Timur hanya satu," ujar Ketua Kadin Surabaya Jamhadi saat ditemui Tempo di kantornya, Selasa, 20 September 2016. (Baca juga: La Nyalla Terdakwa, Kadin Jawa Timur Terbelah?)
Jamhadi lantas membeberkan kronologi munculnya Kadin Indonesia berikut Kadin Jawa Timur versi baru tersebut. Ia mengatakan, dalam sejarahnya, Kadin Indonesia memang menyisakan cabang persoalan. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Umum Kadin Indonesia terpilih pada masa itu ialah Suryo Bambang Sulisto untuk periode 2010-2015. "Kemudian, ada Pak Rizal Ramli yang mengaku sebagai Ketua Umum Kadin juga."
Begitu pula pada era Presiden Joko Widodo. "Sekarang, di zamannya Pak Rosan (Rosan Roeslani, Ketua Umum Kadin Indonesia 2015-2020), ada juga yang mengaku-ngaku, yakni Pak Oesman Sapta Oedang," tuturnya. Oesman Sapta Oedang atau yang karib disapa OSO ialah Wakil Ketua Umum MPR RI.
Pria yang juga Tim Ahli Kadin Jawa Timur itu menegaskan, Kadin Indonesia yang sah ialah Kadin Indonesia yang dipimpin Rosan Roeslani. Dasar hukumnya merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri (KADIN) disahkan pada 28 Januari 1987 di Jakarta oleh Presiden Soeharto. Serta menurut ketentuan AD/ART Kadin sendiri.
Baca berita lain:
Risma Batal DKI-1, PDIP Dinilai Ambil Keputusan Tepat
Polisi Bongkar Penjualan 2 Perempuan di Bawah Umur Rp 3 Juta
Begitu pula dengan Kadin Jawa Timur yang asli, kata dia, ialah pimpinan La Nyalla Mattalitti. Berdasarkan ketentuan dalam AD/ART Kadin Indonesia, seseorang yang bisa maju sebagai Ketua Kadin adalah yang memimpin perusahaan sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut dan memiliki kartu tanda anggota Kadin (KTA).
KTA diterbitkan secara sah melalui mekanisme oleh AD/ART menggunakan logo sesuai UU melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. "Selain itu ya ilegal. Dan kalau tidak melalui itu, berarti bukan Ketua Kadin yang sah," tutur Jamhadi.
Jamhadi mengimbau agar pengusaha berhati-hati dalam mengambil sikap, terutama dalam organisasi semacam itu. Pada era globalisasi, seperti ASEAN Economic Community alias Masyarakat Ekonomi ASEAN, investor asing lebih memperhatikan keanggotaan perusahaan tersebut di Kadin.
"Kasihan teman-teman usaha yang tidak mengerti persyaratan proyek-proyek, tata cara belanja APBD, dan lain-lain. Kalau mereka tidak bisa memenuhi ketentuan itu kan repot," katanya.
ARTIKA RACHMI FARMITA