TEMPO.CO, Jakarta - Tren penerbitan surat utang oleh bank diproyeksikan bakal lebih banyak pada tahun depan. Diversifikasi pendanaan dan masukan komponen surat berharga dalam perhitungan indikator likuiditas menjadi pendorongnya. Ekonom Lembaga Penjamin Simpanan Moch. Doddy Ariefanto mengatakan perlambatan himpunan dana pihak ketiga mendorong bank untuk mencari sumber pendanaan lainnya.
Selain itu, ketentuan dari Otoritas Jasa Keuangan yang menaik- kan porsi investasi ke surat berharga negara (SBN) dari lembaga keuangan nonbank pada tahun depan juga disebut menyebabkan berpindahnya dana deposito bank ke SBN. “Nilai obligasi korporasi, termasuk dari bank kanjuga baru seki- tar Rp200 triliun. Itu masih bisa di-eksplore lagi,” ujarnya kepada Bisnis , Selasa (13 September 2016).
Data perkembangan uang beredar yang dipublikasikan Bank Indonesia menunjukkan seiring dengan melambatnya pertumbuhan kredit, level pertumbuhan dana tercatat di bawah angka pertumbuhan kredit. Hingga Juli 2016 DPK bankmencapai Rp4.471,9 triliun atau tumbuh 6,8% secara year on year (y-o-y), sedangkan kredit
tum buh 7,7% y-o-y.
Perubahan komponen penghitungan likuiditas bank juga disebut Doddy sebagai faktor pendorong. Seperti diketahui, salah satu indikator kesehatan bank adalah rasio pinjaman terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR). Pada Juli tahun lalu, komponen surat berharga dimasukkan dalam perhitungan ini, sehingga berubah menjadi rasio pinjaman terhadap pendanaan (loan tofunding ratio/LFR).
Sedangkan Statistik Perbankan Indonesia mencatat outstanding penerbitan surat utang oleh perbankan pada Juni 2016 senilai Rp72,86 triliun atau tumbuh 5,27% secara tahunan dari Rp69,21 triliun. Doddy memperkirakan nilai outstanding penerbitan surat berharga oleh bank pada tahun depan bisa mencapai Rp80 triliun. Menurutnya, bank-bank bisa didorong untuk lebih aktif dalam penerbitan surat utang dengan adanya insentif yang diberikan oleh BI dan OJK.
Insentif yang bisa diberikan, sambungnya, seperti kemudahan dalam menerbitkan surat utang. Selain itu, BI juga diharapkan dapat menjadikan obligasi dengan rating yang baik sebagai operasi moneter.
LANTAI BURSA
Equity Research Mandiri Sekuritas Tjandra Lienandjaja mengatakan saat ini perbankan menuju ke arah pencarian dana ke pasar modal. Hal ini terlihat dari banyaknya bank yang menerbitkan surat utang, seperti Bank Mandiri, BRI, dan BNI. “Kecenderungan memang ke sana, kewhole funding. Ini juga sebagai usaha bank untuk menyesuakan aset jangka panjang, seperti kredit perumahan dan infrastruktur,” jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Finance & Treasury Bank Mandiri Pahala Nugraha Mansury mengatakan saat ini sekitar 90% total pen- danaan perseroan berasal dari masyarakat, sedangkan dari pasar modal di bawah 5%. “Pelan-pelan kami usahakan secara bertahap, wholesale funding kami tingkatkan dari 4%-nan ke 8% dari total pendanaan pada 2018 atau 2019,” ujarnya.
Pahala menjelaskan sumber pendanaan jangka panjang dibi- dik oleh perseroan untuk menutup kesenjangan antara pendanaan dengan penyaluran kredit. Pasalnya, emiten dengan kode saham BMRI ini ingin ekspansi kredit jangka panjang di sektor infrastruktur. Pada tahun ini Bank Mandiri menerbitkan obligasi berkelanjutan I tahap I senilai Rp5 triliun yang akan dilanjutkan tahap II pada 2017 senilai Rp5 triliun. Secara keseluruhan, rencana penerbitan obligasi berkelanjutan I adalah sebesar Rp14 triliun yang akan dilakukan dalam kurun waktu dari 2016 hingga 2018 mendatang.
Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo mengatakan perseroan akan menerbitkan obligasi berkelanjutan dengan total nilai Rp20 triliun. Adapun pada tahap pertama, perseroan akan menerbitkan senilai Rp10 triliun pada Oktober mendatang. Menurutnya, penerbitan obli- gasi ini untuk mengejar likuiditas di pasar modal. “Kita kan mengejar likuiditas di pasar modal. Mungkin ada di sana, di pasar perbankan tidak ada,” katanya.
Tjandra mengatakan pada tahun depan diperkirakan akan ada penerbitan surat utang bank sekitar Rp50 triliun hingga Rp60 triliun. Pasalnya, hingga saat ini sudah ada sekitar Rp36 triliun surat utang yang diterbitkan bank atau naik dari tahun lalu yang sekitar Rp21 triliun.
BISNIS