TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Kardaya Warnika, meminta pemerintah memperhatikan hal-hal yang dinilai sangat krusial dalam program tax amnesty atau pengampunan pajak. Pertama, adalah tentang sosialisasi program tax amnesty.
"Kita minta jangan sampai terjadi ada pemahaman yang keliru di masyarakat, itu bahaya kalau ada," ujar Kardaya, dalam diskusi, di Cikini, Jakarta, Sabtu, 3 September 2016.
Kardaya mengatakan salah satunya yang sempat meresahkan adalah ditemukannya penggunaan kata wajib atau harus dalam sosialisasi tax amnesty. Tax amnesty itu bukan kewajiban, katanya, itu hak warga negara, dan itu pilihan mereka mau ikut apa tidak.
Sehingga, program tax amnesty tidak bersifat memaksa, tapi kata dia memberi kesempatan kepada wajib pajak yang ingin memanfaatkannya. "Kalau enggak mau ikut ini ya silakan nanti ikut yang biasa, tarifnya sesuai dengan ketentuan umum perpajakan."
Kardaya berujar kekhawatiran berikutnya adalah mengenai implementasi atau pelaksanaan program tax ammesty. Menurut dia, pihaknya banyak menerima aduan di lapangan tentang pelaksanaan tax ammesty.
Aduan tersebut misalnya terkait dengan kurangnya pemahaman di tingkat otoritas pajak sendiri, atau teknis prosedural di lapangan. "Jadi ini kan pelaksana juga harus paham betul dengan tax amnesty, kalau tidak ya sekarang ada banyak aduan," katanya.
Selanjutnya, Kardaya mengatakan masalah target atau sasaran program tax amnesty juga harus diperjelas, sehingga tidak menimbulkan keresahan publik.
Sebelumnya, sempat beredar kabar bahwa tax amnesty tidak hanya menarik dana yang diparkir di luar tapi juga mengincar rakyat kecil. "Jangan sampai yang bukan target disentuh juga, siapa yang ditargetkan ya itu yang diurusin."
Kardaya juga mengingatkan pemerintah dan otoritas pajak untuk berhati-hati dalam melakukan pendekatan kepada wajib pajak yang menjadi target atau sasaran tax amnesty. "Nanti orang datang ada cap oh itu orang yang dulu menyembunyikan, ya itu jangan dipertontonkan, jangan dicampur dengan jalur biasa."
Lebih lanjut, Kardaya juga mengingatkan pemerintah untuk berupaya maksimal untuk menyukseskan program ini khususnya untuk merealisasikan target hasil dana tebusan hingga mencapai Rp 165 triliun. "Yang dipertaruhkan nama negara, kalau ini tidak berhasil ya nama negara jatuh," ucapnya.
Sehingga, menurut dia, komitmen tersebut jauh lebih penting dari hanya sekadar mengejar penerimaan negara. "Kalau gagal orang luar akan bilang dikasih pengampunan aja enggak datang, ini masalah nama negara jadi hati-hati."
GHOIDA RAHMAH