TEMPO.CO, Surabaya - Pemerintah Provinsi Jawa Timur menerapkan penggunaan sebagian dana yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebagai loan agreement atau perjanjian pemberian pinjaman. Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan loan agreement tersebut bertujuan untuk menggerakkan usaha industri primer dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
"Perjanjian ini sudah ditandatangani Pemprov dengan Bank Jatim pada Februari 2016," kata Soekarwo setelah menghadiri seminar tentang amnesti pajak yang diselenggarakan Asosiasi Bank Pembangunan Daerah Seluruh Indonesia di hotel Shangri-La, Surabaya, Sabtu, 3 September 2016.
Adapun industri primer yang dimaksud adalah usaha ekonomi masyarakat/kelompok yang melakukan kegiatan olahan pertama dari hasil produksi, meliputi hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan, kehutanan, peternakan, dan pertambangan.
Adanya loan agreement, Soekarwo menjelaskan, memungkinkan dana yang berasal dari APBD Jawa Timur tahun 2016 sebesar Rp 400 miliar bisa disalurkan kepada industri primer dan UMKM. Caranya, melalui Skema Linkage Program dengan Bank Perkreditan Rakyat milik pemerintah provinsi dan Bank Perkreditan Rakyat milik kota atau kabupaten. Pemberian pinjaman atau plafon kredit kepada jenis usaha tersebut maksimal sebesar Rp 20 juta dengan suku bunga 7-9 persen dalam jangka waktu maksimal dua tahun.
Soekarwo menyatakan loan agreement merupakan satu-satunya cara untuk bisa tetap menggerakkan sistem perekonomian sebuah daerah. Yakni dengan menambah modal melalui sistem pinjaman dari uang APBD ke sebuah Bank Pembangunan Daerah seperti Bank Jatim.
Dia menjelaskan sistem loan agreement juga memungkinkan uang APBD yang dipinjam ke sebuah Bank Pembangunan Daerah masih tetap utuh. Lain halnya apabila bentuk dana yang diberikan berupa penyertaan modal. Apabila uang dari APBD diberikan dalam bentuk penyertaan modal ke Bank Pembangunan Daerah, dia berujar, maka uang itu menjadi hak dari perbankan.
"Kalau lewat sistem loan agreement kan berbentuk pinjaman jadi masih tetap bisa balik ke APBD," ujarnya.
Soekarwo menambahkan, peminjaman uang APBD ke Bank Jatim bukannya bebas bunga. Pemerintah daerah menetapkan bunga sebesar 2 persen setiap tahunnya kepada Bank Jatim. Sedangkan suku bunga kredit Bank Jatim ke Bank Perkreditan Rakyat sebesar 5 persen setiap tahunnya, ini sudah termasuk 2 persen untuk pemerintah provinsi.
"Suku bunga unit Bank Jatim dan BPR ke UMKM antara 7-9 persen," katanya.
Menurut dia, suku bunga yang kecil tersebut menyebabkan UMKM mampu meminjam dana ke bank, sehingga dapat bersaing dengan industri-industri besar. UMKM tidak perlu meminjam modal ke bank-bank yang suku bunganya bisa mencapai 21 persen. Apabila usaha skala kecil ini bisa tumbuh, otomatis ada penyerapan tenaga kerja. "Ibaratnya pinjaman Rp 20 juta bisa menambah satu tenaga kerja," katanya.
Soekarwo berharap dengan skema loan agreement dapat mendorong pertumbuhan sektor UMKM tersebut. Dengan demikian, kata dia, roda perekonomian sebuah daerah dapat bergerak dan pembangunan dapat dilakukan.
EDWIN FAJERIAL