TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono menuturkan masalah dalam harga gas industri berada di sektor hulunya. Namun, Sigit enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai sektor hulu yang dimaksudnya.
"Di hulu, tanya Kepala SKK Migas," kata Sigit saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin, 29 Agustus 2016.
Sigit melanjutkan, dari pihak industri sangat menginginkan harga gas untuk industri turun. Sebab jika tidak, akan berpotensi merontokkan industri di Indonesia. Bahkan ia menyebut jika terlalu lama menunggu keputusan harga gas baru, akan semakin membuat rontok industri.
Sigit melihat ada kemungkinan harga gas untuk industri ini turun, karena kalau tidak ada kemungkinan itu, rapat koordinasi di kantor Kemenko Perekonomian tak akan digelar. "Kalau tak ada kemungkinan, kami tak rapat sekarang," ujarnya.
Senada dengan Sigit, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan harga gas untuk industri memiliki kemungkinan untuk diturunkan. "Insya Allah turun, nanti yang menyampaikan Pak Menteri (ESDM)," kata Wirat.
Namun, ketika ditanyakan berapa harga rata-rata dari gas untuk industri, Wirat kembali mengatakan bahwa Menteri ESDM yang akan menyampaikan mengenai hal itu. "Nanti Pak Menteri yang menyampaikan," tutur Wiratmaja.
Ketika dikonfirmasi ke Menteri Koordinator Kemaritiman sekaligus pelaksana tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Luhut Binsar Pandjaitan, menyerahkan penjelasan hasil rapat koordinasi soal harga gas industri, kepada Menteri Koordinasi Perekonomian Darmin Nasution. "Nanti sama Pak Darmin ya," ujar Luhut.
Harga gas industri di Indonesia diketahui berkisar di angka US$ 9 per MMBTU. Angka ini lebih besar dari negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Cina, yang mematok harga gas industri di angka US$ 4-4,55 per MMBTU.
DIKO OKTARA