TEMPO.CO, Bandung - Federasi Serikat Pekerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Strategis menolak rencana pemerintah menyetarakan tarif interkoneksi (tarif hubungan antaroperator), yang rencananya akan dilakukan pada 1 September 2016.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto mengatakan kebijakan penyetaraan tarif interkoneksi akan merugikan Telkomsel, sebagai anak perusahaan PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. Kebijakan ini justru memberikan keuntungan yang besar untuk operator seluler yang sahamnya dimiliki asing, seperti XL Axiata, Indosat, dan Hutchinson.
"Kalau tarif interkoneksi ditetapkan, Telkomsel dipastikan akan merugi. Operator asing malah diuntungkan," kata Wisnu saat konferensi pers di Rumah Makan Bumbu Desa, Jalan Laswi, Kota Bandung, Ahad, 28 Agustus 2016.
Dalam rapat dengar pendapat Komisi I DPR, beberapa waktu lalu, telah disepakati biaya interkoneksi disetarakan sebesar Rp 204 per menit. Sedangkan selama ini, XL Axiata menetapkan cost recovery Rp 65 per menit, Indosat Rp 87 per menit, Hutchinson Rp 120 per menit, dan Telkomsel Rp 285 per menit.
Baca Juga: Akademikus: Rokok Mahal, 30 Tahun Lagi Tumbuh Generasi Sehat
Bila operator asing tersebut melakukan interkoneksi ke Telkomsel, sesuai dengan tarif yang ditentukan, mereka dikenai biaya Rp 204 per menit. Begitu pula bila Telkomsel melakukan interkoneksi dengan operator asing. Ini membuat XL untung Rp 139 per menit dari biaya interkoneksi dengan Telkomsel. Begitu pula Indosat dan Hutchison, masing-masing untung Rp 117 dan Rp 84 per menit, dari biaya interkoneksi dengan Telkomsel.
Wisnu mengatakan Telkomsel akan rugi Rp 81 per menit dari biaya interkoneksi. "Bila tarif interkoneksi Rp 10 miliar per bulan, bisa dihitung berapa keuntungan operator asing dan kerugian Telkomsel mencapai Rp 800 miliar per bulan."
Wisnu menjelaskan, tarif interkoneksi yang dipatok Telkomsel paling mahal di antara operator lain karena perusahaan seluler ini membangun lebih banyak jaringan hingga desa-desa. Sedangkan operator asing hanya fokus memperbanyak jaringan di wilayah perkotaan.
Wisnu mengancam akan melakukan audit dan kajian mendalam jika tarif interkoneksi antaroperator ditetapkan. Kajian tersebut nantinya akan dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai bahan laporan upaya merugikan negara.
Simak: Segera Diresmikan, New Priok Percepat Pengiriman Barang
"BUMN itu milik negara, artinya negara rugi dan menguntungkan pihak-pihak tertentu yang justru cost-nya kecil malah diuntungkan," ucapnya.
Sebelumnya, President Director & CEO Indosat Ooredoo Alexander Rusli pernah mengatakan pihaknya menginginkan barrier interkoneksi dihilangkan. Ia berharap biaya interkoneksi turun di atas angka 25-50 persen agar mereka bisa berkompetisi di pasar yang dikuasai Telkomsel. “Kalau di negara lain ada asimetris regulasi, di mana membela yang kecil agar bisa mendekati yang besar,” tuturnya.
PUTRA PRIMA PERDANA | DIKO OKTORA