TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi nonpemerintah pemerhati lingkungan hidup, Greenpeace, mengungkapkan bahwa kebakaran hutan yang kembali terjadi di wilayah Riau berada pada lahan yang pernah terbakar tahun lalu.
"Banyak perusahaan lebih tertarik memamerkan pemadaman api dengan bom air, padahal kebakaran bisa dicegah dengan membasahi kembali gambut yang telah dikeringkan untuk perkebunan sawit, kertas, dan pulp," ujar Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Yuyun Indradi, dalam keterangan tertulis, Minggu, 28 Agustus 2016.
Sepanjang Agustus ini, terpantau lebih dari 3.000 titik panas muncul di wilayah Provinsi Riau. Akibatnya, per Sabtu, 27 Agustus 2016, polusi akibat asap kebakaran di Kota Bengkalis, Provinsi Riau, telah mencapai tingkat sangat tidak sehat. Begitu juga indeks pencemaran udara di Singapura yang mencapai tingkat tidak sehat pada Jumat lalu dan Malaysia juga telah melayangkan surat protes resmi kepada pemerintah Indonesia.
Analisis Peta Kepo Hutan Greenpeace mengungkapkan, banyak kebakaran terjadi di konsesi perkebunan milik industri yang sama dengan kebakaran tahun lalu. Bencana ini, Greenpeace menilai, terjadi berulang kali karena perusahaan mengabaikan peringatan pemerintah sejak November 2015 untuk segera menyekat kanal-kanal agar gambut kembali basah dan tidak mudah terbakar.
"Perusahaan lebih mengutamakan keuntungan daripada kesehatan masyarakat dan lingkungan serta masih memperdebatkan apakah wilayah gambut masih bisa dieksploitasi," kata Yuyun. Dia meminta pemerintah mengambil tindakan lebih tegas terhadap perusahaan yang abai.
Polisi dan kuasa hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kata dia, punya peta yang menunjukkan di kawasan mana saja yang terjadi kebakaran hutan pada tahun lalu. "Namun hanya segelintir yang dituntut dan, ironisnya, polisi telah menghentikan penyelidikan terhadap 15 perusahaan yang terbakar pada 2015."
Meskipun 1.296 titik api terpantau dalam kawasan konsesi pada Agustus ini, Kamis lalu, Kepolisian RI hanya menyelidiki sembilan perusahaan di Provinsi Riau. Sementara itu, 85 petani telah ditetapkan sebagai tersangka di Riau—mungkin menargetkan petani lebih mudah dibanding perusahaan dan keterkaitannya.
Greenpeace mendukung kuat upaya penegakan hukum yang dilakukan pemerintah atas PT BMH baru-baru ini untuk membuat jera perusahaan yang lalai mencegah dan mengatasi kebakaran di wilayah konsesi tanggung jawabnya. Ini, kata Yuyun, merupakan pesan kuat bagi perusahaan-perusahaan yang punya berkomitmen nol deforestasi, seperti APP, APRIL, dan perusahaan lain, untuk melihat risiko kegagalan keberlanjutan terkait dengan kebakaran hutan.
"Perusahaan pemasok dan anak perusahaan yang tersangkut kasus hukum serta diputus bersalah oleh pengadilan harus dikeluarkan dari rantai pasok sampai mereka berubah dan perbaikan terjadi."
PRAGA UTAMA