TEMPO.CO, Jakarta - Posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal II 2016 mencapai US$ 328,8 miliar, naik US$ 6,9 miliar atau 2,2 persen, dibanding posisi kuartal I, yang berada di angka US$ 316,9 miliar.
Kenaikan tersebut dipengaruhi kenaikan posisi utang luar negeri sektor publik yang naik dari US$ 151,3 miliar menjadi US$ 158,7 miliar. Sebaliknya, utang luar negeri sektor swasta turun dari posisi US$ 165,6 miliar menjadi US$ 165,1 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Statistik Bank Indonesia Hendy Sulistiowati mengatakan kondisi utang luar negeri tersebut masih cukup aman untuk Indonesia. Sebab, pada sektor utang publik, jika dilihat dari jangka waktu, sebesar US$ 155,5 miliar merupakan utang jangka panjang dan hanya US$ 3,2 miliar yang berjangka pendek.
Baca Juga: BI: Utang Luar Negeri Jangka Panjang Mendominasi
"Tentunya kalau dilihat dari posisinya ini bisa dikatakan aman karena sebagian besar boleh dikatakan lebih dari 90 persen utang publik itu jangka panjang," ujar Hendy di gedung Bank Indonesia, Selasa, 23 Agustus 2016.
Hendy menambahkan, sekitar kuartal III 2016, kondisi utang luar negeri diperkirakan akan mulai membaik. Pendorongnya adalah sentimen pada sektor swasta, yang diperkirakan akan tumbuh pada kuartal III dan IV 2016.
"Ke depan, perkiraannya akan lebih baik karena kita melihat ekspor mulai turun, tapi kondisi infrastruktur membaik dan di sektor usaha masih ada ekspansi. Kami perkirakan akan mulai normal, itu yang menyebabkan menurun," tuturnya.
Simak: Sri Mulyani: Singapura Dukung Program Tax Amnesty
Secara tahunan, utang luar negeri Indonesia tumbuh 6,2 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu dan naik dari triwulan sebelumnya sebesar 5,9 persen year on year. Kenaikan tersebut didorong kenaikan pertumbuhan utang luar negeri publik sebesar 17,9 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, pertumbuhan utang luar negeri swasta semakin turun dari -0,5 persen menjadi -3,1 persen.
DESTRIANITA