TEMPO.CO, Pemalang - Di tengah wacana kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus, harga tembakau pada tingkat Petani di Pemalang saat ini justru anjlok. Tembakau yang biasa dijual petani Rp 5.000-6.000 per kilogram, kini merosot hingga Rp 1.000 per kilogram dalam beberapa pekan terakhir.
“Saat ini sedang murah, jadi Rp 1.000,” kata Slamet, 50 tahun, petani tembakau dari Desa Karangsari, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, Ahad, 21 Agustus 2016. Slamet berharap harga tembakau segera kembali normal.
Penurunan harga bahan baku rokok ini terjadi sejak beberapa pekan terakhir. Petani tidak mengetahui kenapa harga tembakau anjlok. Padahal kualitas dan kuantitas hasil panen bulan ini tidak ada yang bermasalah. “Hasil panennya bagus, jumlahnya juga maksimal, tidak masalah,” ujar Slamet.
Harga tembakau yang anjlok tersebut bikin petani rugi karena harga jual tidak sebanding dengan modal yang dikeluarkan. Untuk lahan 1 hektare, petani mengeluarkan duit sekitar Rp 5 juta, dari biaya menanam sampai panen. “Kalau hasil bagus, biasanya dapat 3 ton. Tapi, kalau harganya cuma Rp 1.000 per kilogram, modal kami tidak balik, malah rugi,” tuturnya.
Dia berharap, jika memang wacana kenaikan harga rokok ini benar-benar terealisasi, harga tembakau pada tingkat petani juga harus naik. Slamet meminta jangan sampai kenaikan harga rokok hanya menguntungkan industri rokok tapi merugikan petani.
Wadi, 55 tahun, petani tembakau lainnya, mengatakan kenaikan harga rokok seharusnya diikuti kenaikan harga tembakau. Kalau harga rokok Rp 50 ribu per bungkus, kata dia, harga tembakau harus Rp 25 ribu per kilogram. “Harganya harus mengikuti,” ucapnya.
Kecamatan Pulosari merupakan sentra penghasil tembakau di Pemalang. Wilayah itu terletak di dataran tinggi, di kaki Gunung Slamet. Para petani tembakau di sana mengirimkan hasil panennya ke Wonosobo.
Wacana menaikkan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus ini muncul berdasarkan hasil studi yang dilakukan Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany. Hasbullah dan rekan-rekannya melakukan survei terhadap seribu orang. Menurut survei itu, seseorang akan berhenti merokok jika harga rokok dinaikkan dua kali lipat dari harga normal. Hasilnya, mayoritas setuju jika harga rokok dinaikkan.
MUHAMMAD IRSYAM FAIZ