TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tren penurunan rasio gini (rasio ketimpangan sosial) sejak September 2014. Tren penurunan juga terjadi di pedesaan dan kota dalam periode yang sama.
Rasio gini adalah alat mengukur derajat ketidakmerataan distribusi penduduk.
Kepala BPS Suryamin mengatakan perkembangan rasio gini dihitung sejak 2010. "Awalnya berfluktuasi, namun mulai September 2014 ada kecenderungan menurun," kata dia di Kantor BPS, Jakarta, Jumat, 19 Agustus 2016.
Menurut Suryamin, penurunan rasio gini menunjukkan adanya perbaikan pemerataan pendapatan. "Kenaikan pengeluaran merefleksikan peningkatan pendapatan," katanya.
Rasio gini nasional pada September 2014 tercatat sebesar 0,414. Angkanya menurun pada Maret 2015 menjadi 0,408 dan pada September 2015 menjadi 0,402. Angkanya kembali menurun menjadi 0,397 pada Maret 2016.
Di perkotaan, rasio gini pada September 2015 sebesar 0,433. Pada Maret 2015, angkanya menurun menjadi 0,428 dan menjadi 0,419 pada September 2015. Di perkotaan pada Maret 2016 tercatat sebesar 0,410.
Baca: Sri Mulyani: Shortfall Pajak Mungkin Melebar ke Rp 238,4 T
Rasio gini di pedesaan tercatat sebesar 0,336 pada September 2014. Di tahun 2015, angkanya menurun menjadi 0,334 di semester pertama dan 0,329 di semester kedua. Angka rasio gini Maret 2016 tercatat menurun kembali menjadi 0,327.
Berdasarkan kurva perkembangan, angka rasio gini justru terus mengalami kenaikan sejak 2010. Rasio gini pada 2010 tercatat mencapai titik terendah sejak 2010 hingga Maret 2016 yaitu sebesar 0,378. Sementara angka rasio gini tertinggi sejak 2010 hingga Maret 2016 tercatat sebesar 0,414 yang justru terjadi pada September 2014.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan rasio gini di Indonesia saat ini sudah masuk kategori lampu kuning. Artinya, jika tak segera diperbaiki, bukan tak mungkin ketimpangan akan berimbas buruk, seperti terjadinya konflik.
Menurut Kalla, rasio gini di Indonesia saat ini sudah mencapai 0,41. "Jika ditafsirkan, 1 persen penduduk Indonesia saat ini menguasai hampir 50 persen aset bangsa," ucap Kalla, beberapa waktu lalu.
Simak: Tak Masalah Private Jet Asing Terbangi Udara RI, Asal.....
Salah satu yang bisa mengurangi ketimpangan adalah memanfaatkan inovasi. Kalla menyatakan pemerintah tak tinggal diam menghadapi tingginya rasio gini tersebut.
Setidaknya ada dua cara yang sudah dilakukan selama ini. Pertama adalah mengoptimalkan pajak. Namun, untuk menggenjot penerimaan pajak, sistemnya juga harus berjalan baik. Untuk itu, pada sektor ini perlu teknologi inovasi agar capaian penerimaan pajak bisa ditingkatkan.
VINDRY FLORENTIN| FAIZ NASHRILLAH