TEMPO.CO, Kuching - Ketua Sarawak Oil Palm Plantation Owners Association, Abdul Hamed Sepawi, menyebutkan ada tiga kunci pengelolaan lahan gambut supaya tidak mudah terbakar, yaitu proses pengeringan yang baik, proses pemadatan yang baik, dan manajemen air yang juga baik. "Sebenarnya lahan gambut sama dengan lahan biasa, yaitu merupakan medium penamaman yang sangat baik, selama dikelola dengan sebaik mungkin," kata Hamed, dalam 15th International PEAT Congress di Kuching, Sarawak, Selasa 16 Agustus 2016.
Tiga kunci tersebut, menurut Hamed, sudah membantu Sarawak mencegah kebakaran di lahan gambut. Selain ketiga hal tersebut, juga perlu ada penataan agar tanaman di lahan gambut diatur sedemikian rupa sehingga sinar matahari tidak langsung menyentuh tanah. "Selama lahannya tertutup tanaman dengan baik, sinar matahari hanya akan membantu proses fotosintesis dan tidak akan memicu kebakaran (sunheat fire)," ujarnya.
Pemanfaatan lahan gambut sebagai medium penanaman aneka jenis semakin populer di banyak negara. Di Indonesia, lahan gambut dimanfaatkan tidak hanya untuk tanaman kelapa sawit, tetapi juga kopi, nanas, karet, tanaman pangan, bahkan untuk budi daya madu.
Badan Restorasi Gambut (BRG) termasuk salah satu lembaga yang membina masyarakat beberapa daerah, di antaranya di Kabupaten Siak, untuk turut memberdayakan gambut. Kuncinya, komoditas yang ditanam harus disesuaikan untuk menjaga ekosistem gambut. Tetapi menaman di lahan gambut juga sering dituding sebagai akibat kebakaran lahan.
Menanggapi kebakaran lahan di Indonesia, Hamed menyebut perlu ada pembedaan antara lahan gambut yang terkelola dengan baik (managed)dengan lahan yang tidak terkelola dengan baik (unmanaged). Kebakaran biasanya terjadi di lahan gambut yang tidak terkelola. "Gambut itu medium penanaman yang sangat baik dan terus berkembang, akar tanaman yang ditanam di atas lahan gambut akan mengisi ruang-ruang kosong di dalam tanah," kata dia.
Pakar tanah dan gambut Institut Pertanian Bogor, Basoeki Sumawinata, menambahkan ada perbedaan kondisi lahan gambut yang terkelola dan yang tidak terkelola. Kecenderungannya lahan gambut yang terkelola bisa dicegah dari kemungkinan terbakar. "Kalau managed, pemilik lahan tentu tidak ingin lahannya terbakar," tuturnya.
Dalam presentasi "Menanam Kelapa Sawit di Lahan Gambut: Pengalaman, Tantangan dan Peluang", Hamed menegaskan tidak ada alasan bagi negara lain takut menanam kelapa sawit di lahan gambut. Pengembangan perkebunan kelapa sawit punya potensi menyerap gas karbondioksida dalam bentuk karbon padat yang bisa dimanfaatkan sebagai biomassa. Proses penanaman juga sudah dibatasi oleh standar-standar berkelanjutan seperti MSPO (Malaysia Sustainable Palm Oil) untuk di Malaysia dan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) untuk di Indonesia.
Tapi, menurut Hamed, perlu teknik dan inovasi ilmiah untuk mengubah kondisi lahan gambut yang tidak kondusif menjadi areal pengembangan budidaya tanaman apapun. Tahap awal akan penuh tantangan. Tetapi dengan inovasi berkelanjutan, produktivitas kelapa sawit di lahan gambut Sarawak bisa meningkat dari 12 ton Tandan Buah Segar (TBS) per hektare per tahun menjadi 30 ton per hektare per tahun.
ARYANI KRISTANTI