TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi masyarakat Petisi 28 mendesak Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno segera melakukan evaluasi terhadap direksi PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk dan anak perusahaan, PT Telkomsel.
Haris Rusli dari Petisi 28 menyebutkan, direksi Telkom dan Telkomsel dinilai tidak mampu menjalankan misi besar yang tertuang pada Nawa Cita untuk bisa memberantas praktek-praktek mafia proyek di perusahaan telekomunikasi tersebut. Ia membeberkan, modus praktek mafia proyek dilakukan melalui program-program belanja modal (capital expenditure— capex).
"Penyerapan capex tidak berdampak langsung terhadap kinerja keuangan pada RKAP tahun berjalan (EBITDA dan net income)," ucap Haris dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 11 Agustus 2016.
Haris menambahkan, pola transaksi pada umumnya dilakukan melalui kerja sama pihak ketiga dengan anak perusahaan Telkom. Dalam kerja sama ini, secara regulasi, dapat dilakukan penunjukan langsung kepada anak perusahaan terkait karena kepemilikan saham Telkom di atas 90 persen.
Namun, kata Haris, kerja sama anak perusahaan dengan pihak ketiga yang merupakan bagian dari “kelompok tertentu” dibuat sedemikian rupa. "Hal ini agar dominan benefit terdapat pada pihak ‘kelompok tertentu’ tersebut," ujarnya.
Haris mencontohkan proses pengadaan/pembangunan kabel laut Medan-Lhokseumawe, Sabang, nomor justifikasi Tel354/LG000/PND.A100000/2016 dengan nilai capex sekitar Rp 268 miliar. Penggarapan proyek ini dilakukan dengan penunjukan langsung kepada konsorsium BSCS-M yang merupakan konsorsium TelkomInfra (anak perusahaan PT Telkom) dengan PT Bina Nusantara Perkasa/BNP.
Haris menambahkan, ada sekitar empat proyek pengadaan pembangunan kabel laut yang saat ini sedang dalam proses pengadaan dan berpotensi penunjukan langsung, seperti proyek kabel laut Sabang- Lhokseumawe-Medan. Begitu pula dengan rencana pembangunan kabel laut Balikpapan-Sangatta-Talisayan-Tarakan-Nunukan sepanjang 1.161 kilometer dengan nilai capex Rp 493 miliar, yang saat ini dengan proses persetujuan Direktur Network IT & Solution (NITS) PT Telkom.
“Penunjukan langsung kepada konsorsium yang sesungguhnya, kapasitasnya sudah digunakan untuk pekerjaan pemeliharaan, sehingga dapat berakibat tidak terselesaikannya pekerjaan dengan tepat waktu atau kewajiban pemeliharaannya tidak terpenuhi sesuai dengan kontrak,” ucap Haris.
Menurut dia, penunjukan dalam capex melalui anak perusahaan secara langsung itu membuat Telkom kehilangan opportunity harga yang lebih murah. "Sebab, masih ada eligible vendor lain yang dapat melakukan pekerjaan seperti NEC."
SETIAWAN ADIWIJAYA