TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mengirim 105 insinyurnya untuk mempelajari teknologi kilang di Eropa dan Amerika Serikat. Ilmu yang didapat dari proses alih teknologi tersebut akan dimanfaatkan untuk mendukung pelaksanaan proyek pengembangan dan pembangunan kilang di Indonesia.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto mengatakan Indonesia tertinggal dalam sektor minyak dan gas. "Pembangunan kilang terakhir kali di Indonesia berlangsung 25 tahun silam," katanya saat melepas para insinyur di kantor Pertamina Pusat, Jakarta, Rabu, 10 Agustus 2016.
Untuk mengejar kemajuan negara lain, Dwi mengutus para insinyur untuk mencuri ilmu. "Persaingan saat ini ialah tentang siapa yang memiliki infrastruktur dan bisa bekerja dengan efisien," kata dia. Ia mengatakan pengerjaan dengan tenaga sendiri dapat memotong biaya proyek hingga 10 persen.
Dwi mengatakan para insinyur akan belajar mengenai engineering design dan engineering review. Pengetahuan tersebut bermanfaat untuk pengembangan dan pembangunan kilang, baik melalui Refinery Development Master Plan (RDMP) maupun Grass Root Refinery (GRR).
Para insinyur akan dikirim kelima perusahaan di Eropa dan Amerika. Sebanyak 25 orang akan bertugas di Axen, Prancis; 20 orang di Becthel, Amerika; 20 orang di UOP, Amerika; 20 orang di Forster Wheller, Inggris; dan 20 orang di Bechtel, Inggris.
Dwi mengatakan teknologi yang telah dipelajari tersebut nantinya akan menjadi senjata Pertamina untuk bersaing di masa depan. "Di tahun-tahun ke depan, persaingan itu ada di teknologi," katanya.
Ia berharap target dari proyek pengiriman 105 insinyur ini tak berakhir dengan pemenuhan kapasitas dan pembangunan kilang. "Targetnya ialah lahirnya teknologi Pertamina yaitu lisences yang dikeluarkan Pertamina," katanya.
VINDRY FLORENTIN