TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan menyatakan penggalangan dana dari pasar modal pada semester I tahun ini tercatat Rp 99 triliun. Angkanya diperkirakan terus meningkat pada paruh kedua dengan adanya pengampunan pajak atau tax amnesty.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida mengatakan semester II akan menjadi puncak arus modal masuk. Sebab, bertepatan dengan banyaknya dana repatriasi. “Paling banyak masih di obligasi,” kata Nurhaida di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa, 9 Agustus 2016. Adapun di kuartal III tahun ini, dia memprediksi ada tambahan emisi Rp 15 triliun.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, dari dana Rp 99 triliun yang terhimpun di pasar modal, sebagian besar masih disalurkan pada instrumen surat utang. Total emisi obligasi dan sukuk yang sudah tercatat sepanjang tahun ini 44 emisi dari 35 emiten Rp 57,81 triliun.
Adapun total emisi obligasi dan sukuk yang tercatat di BEI berjumlah 291 emisi dengan nilai nominal outstanding Rp 275,35 triliun dan US$ 50 juta yang diterbitkan 103 Emiten.
Menurut Nurhaida, tingginya arus modal masuk juga akan diimbangi pemerintah dengan memperbanyak instrumen investasi melalui badan usaha milik negara. Dengan begitu, investor dan BUMN akan sama-sama diuntungkan.
Tak hanya berimbas buat BUMN, banjir modal juga diperkirakan mengubah komposisi kepemilikan efek di bursa. Saat ini, asing mendominasi dengan kepemilikan 57 persen.
Sisanya 43 persen, kata Nurhaida, dimiliki para investor lokal. Untuk saham, investor luar negeri cukup dominan dengan kepemilikan hingga 64,5 persen. “Pasti ada perubahan komposisi, tapi berapa tambahannya. Kita lihat saja nanti.”
Analis dari Investa Saran Mandiri, Hans Kwee, memprediksi, jumlah dana yang mengalir ke pasar modal akan meningkat, sejalan dengan deklarasi dan repatriasi. Para investor banyak menyasar surat utang, terutama SUN, karena dinilai lebih terjamin.
Meski demikian, jumlah dana yang akan masuk ke bursa masih kalah banyak dibandingkan dengan perbankan. Ini tak lepas dari sistem keuangan di Indonesia yang masih tergolong konvensional. “Sekitar 70 persen masih akan ke perbankan, sisanya baru ke ekuitas,” ujar Hans.
FAIZ NASHRILLAH