TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan alasannya memotong beberapa pos anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016. Nantinya, pemerintah akan kembali memotong APBN-P 2016 sebesar Rp 133,8 triliun setelah dipotong Rp 50,6 triliun.
Menurut Sri, dengan adanya perlambatan ekonomi global, harga komoditas di pasar internasional juga menurun. "(Penurunan) harga komoditas ini mengkontribusikan penurunan pada penerimaan negara sebesar Rp 108 triliun," katanya di gedung Dhanapala, Jakarta Pusat, Jumat, 5 Agustus 2016.
Selain itu, menurut Sri, perdagangan internasional juga melambat. Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik hari ini, ekspor dan impor Indonesia mengalami pertumbuhan negatif. "Kalau ekspor impor negatif, penerimaan pajak penghasilan pasal 22 juga turun. Estimasinya, kita kehilangan Rp 32 triliun," tuturnya.
Menurut catatan BPS, kata Sri, pertumbuhan tiga sektor penting, yakni konstruksi, perdagangan, dan manufaktur juga stagnan. Hal itu, menurut dia, akan menyebabkan penerimaan negara berada sekitar Rp 118 triliun di bawah target yang telah ditetapkan pemerintah dalam APBN-P 2016.
Kebijakan pemerintah menaikkan pendapatan tidak kena pajak pun, Sri menilai, akan berdampak pada penerimaan negara. Kebijakan itu menyebutkan bahwa masyarakat dengan pendapatan di bawah Rp 54 juta per tahun tidak dikenakan pajak. "Dari sisi penerimaan pajak, kebijakan itu mengurangi penerimaan sebesar Rp 18 triliun," ujarnya.
Karena itu, secara keseluruhan, penerimaan pajak diperkirakan melenceng Rp 219 triliun dari target Rp 1.355 triliun dalam APBN-P 2016. Sri pun mengusulkan adanya pemotongan APBN-P 2016 sebesar Rp 133,8 triliun. Rinciannya, belanja kementerian dan lembaga dikurangi Rp 65 triliun serta belanja daerah dipangkas Rp 68,8 triliun.
Sri mengklaim, pemotongan anggaran tersebut tidak akan mengurangi kemampuan APBN untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi karena pos yang dipotong adalah belanja-belanja yang tidak produktif. "Seperti belanja pegawai, biaya perjalanan dinas, biaya konsinyering, dan pembangunan gedung-gedung pemerintah," katanya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI