TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah mengingatkan ihwal pemangkasan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Pemotongan anggaran dilakukan lantaran tidak imbangnya penerimaan dari sisi pajak dengan pengeluaran.
Jusuf Kalla menyatakan pemotongan anggaran di antaranya karena realisasi penerimaan pajak yang tak sesuai target. "Pajak tidak tumbuh sesuai harapan. Risikonya pengeluaran juga harus kembali seperti realisasi tahun lalu, yaitu turun sekitar Rp 200 triliun," katanya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat, 5 Agustus 2016.
Pemerintah sebelumnya memutuskan untuk memangkas lagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, dalam sidang paripurna kabinet, Presiden Joko Widodo menerima usul yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani. "Walau hanya tersisa lima bulan, ada beberapa perubahan yang dilakukan Menkeu," ucap Pramono di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu, lalu.
Sri Mulyani menyatakan ada tiga faktor yang mendorong revisi APBN-P 2016. Pertama, tekanan yang berat dari sisi penerimaan pajak dalam dua tahun terakhir. Lalu melemahnya volume dan aktivitas perdagangan dan kondisi ekonomi global yang masih melemah.
Hasilnya, pemerintah memilih mengurangi belanja kementerian atau lembaga (K/L) sebesar Rp 65 triliun. Tak hanya itu, dana transfer daerah pun ikut dipangkas Rp 68,8 triliun. Pemotongan anggaran diarahkan ke aktivitas yang dianggap tidak penting, seperti perjalanan dinas, konsinyering, dan pembangunan gedung pemerintah.
Meski begitu, Kalla memastikan pemotongan APBN-P 2016 tidak menyasar program prioritas pemerintah, seperti infrastruktur dan pangan. Ia mencontohkan, dana transfer daerah merupakan salah satu pos dana yang dikurangi. "Transfer daerah disesuaikan dengan jumlah anggaran yang terpotong.”
Lebih jauh, Kalla menambahkan, pemangkasan anggaran bisa berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi. Dampak negatif dari melesetnya target pertumbuhan itu, menurut dia, bisa dihindari bila investasi swasta banyak yang masuk ke Indonesia.
ADITYA BUDIMAN