TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan anomali cuaca La Nina menjadi tantangan pengendalian inflasi semester II 2016. Turunnya hujan saat musim kering akan mempengaruhi jumlah produksi komoditas akhir tahun.
"Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, akan terjadi (anomali cuaca) pada Juli hingga akhir tahun sehingga ditakutkan memberikan dampak inflasi seperti pada 2008 dan 2010," kata Agus saat menyampaikan sambutan dalam rapat koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah di Hotel Sahid Jakarta, Kamis, 4 Agustus 2016.
Fluktuasi produksi komoditas pangan menjadi pemicu utama inflasi. Badan Pusat Statistik mencatat, tingkat inflasi Juli 2016 mencapai 0,69 persen atau sedikit meningkat dibanding Juni 2016 sebesar 0,66 persen.
Pemerintah mengklaim, angka ini paling rendah sepanjang sejarah inflasi bulan Ramadan dan Lebaran dalam 4 tahun terakhir. Sedangkan tingkat inflasi year to date mencapai 1,72 persen.
Bank Indonesia menargetkan tingkat inflasi 4 plus minus 1 persen pada akhir 2016 dan 2017 serta 3,5 plus minus 1 persen pada 2018.
Sesuai dengan instruksi Presiden, kata Agus, pemerintah berupaya menjaga pola tanam komoditas pangan.
Beberapa waktu lalu, pemerintah menanam bawang putih di delapan kabupaten. Dengan begitu, petani akan panen pada Oktober dengan total 300 ton. Pasokan ini akan menjadi stok akhir tahun.
Pemerintah pusat juga mendorong kerja sama antarpemerintah daerah untuk menjaga stabilitas harga. "Misalnya dengan operasi pasar dan distribusi antara daerah defisit dan surplus," kata Agus.
Selain itu, pemangkasan rantai distribusi dilakukan dengan pembentukan toko e-commerce penghubung antara petani dan konsumen. Pemerintah juga meminta Komisi Pengawasan Persaingan Usaha untuk mencegah kartel daging sapi dan ayam.
PUTRI ADITYOWATI