TEMPO.CO, Semarang - Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah, menilai industri manufactur mikro kecil dan ekpor Jawa Tengah terus naik. Pertumbuhan industri manufaktur mikro dan kecil triwulan II/2016 naik 4,78 persen, dari triwulan I.
Sedangkan nilai ekspor Juni mencapai US$ 545,13 juta atau naik 18,17 persen dibanding ekspor Mei yang hanya US$ 461,30 juta. “Sedangkan dalam hitungan tahun, pertumbuhan industri manufaktur mikro dan kecil hingga semester satu 2016 naik 5,50 persen dari semester I/2015,” kata Kepala Bidang Statistik, BPS Jawa Tengah, Zam Zam Zamachsyari, Selasa (2/8).
Menurut Zam Zam, pertumbuhan industri manufaktur mikro dan kecil triwulan dua 2016 ini juga naik 5,88 persen dari triwulan dua 2015. Dia menjelaskan, industri manufaktur mikro dan kecil itu diukur dari jumlah tenaga kerja, antara 1 sampai dengan 19 orang, termasuk didalamnya industri rumah tangga.
Dia memberi saran, agar pemerintah menciptakan alat kontrol industri manufaktur mikro dan kecil, agar dapat tumbuh dan berkembang baik. “Salah satunya dengan mengetahui pertumbuhan produksi secara berkala,” kata Zam Zam.
Pertumbuhan industri manufactur mikro kecil di Jateng itu seiring dengan tumbuhnya nilai ekspor pada Juni 2016 yang mencapai US$ 545,13 juta atau naik 18,17 persen dibanding ekspor Mei 2016 senilai US$ 461,30 juta. “Bila dibanding Juni 2015, ekspor Jawa Tengah naik US$ 37,96 juta atau 7,48 persen,” kata Zam Zam.
Meski begitu dia menyebutkan ekspor kumulatif Januari hingga Juni 2016, mencapai US$ 2.795,27 juta, justru turun 0,24 persen dari ekspor kumulatif Januari -Juni 2015 yang nilainya US$ 2.801,94 juta.
Pangsa pasar utama ekspor Jawa Tengah, selama periode Januari hingga Juni 2016 adalah Amerika Serikat, Jepang dan Tiongkok. Data BPS Jateng menyebut, pada Juni 2016 nilai ekspor ke Amerika Serikat mencapai angka terbesar, yaitu US$ 153,80 juta. Disusul ke Jepang US$59,10 juta, dan Tiongkok US$49,31 juta. “ Peranan ketiga negara itu terhadap ekspor Jawa Tengah periode Januari-Juni 2016, mencapai 45,40 persen,” katanya.
Ketua Asosisasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah, Frans Kongi, menilai hanya sebagian industri manufactur mikro kecil yang punya keterikatan menyuplai kebutuhan manufactur besar. Meski begitu, dia mengakui kini banyak dilakukan rumahan tetap tumbuh. “Mereka tetap berkembang. Agar diperhatikan Disperindagkop agar kinerja dan hasil produknya berkualitas,” kata Frans.
Selama ini, kata Frans, industri manufactur mikro kecil banyak memproduksi kerajinan, makanan, pakaian, serta produksi kayu dan kuningan. Sebagian diekpor. “Ada pengusaha besar yang menampung. Dikirim bersama, sehingga jumlah banyak,” kata Frans.
Kadang ekpor tak dilakukan industri besar, namun pedagang yang mengumpulkan, kemudian dikirim ke negara pembeli. “Maka diperlukan konsisten bagi produsen,” kata dia. EDI FAISOL