TEMPO.CO, Jakarta - Pengaruh Lebaran yang diikuti kenaikan harga pangan dan tarif transportasi akan menjadi pendorong utama inflasi pada Juli 2016, yang diprediksi sekitar 0,8 persen secara bulanan dan 3,31 persen secara tahunan.
Ekonom PT Bank Pertama Tbk Josua Pardede mengatakan kenaikan harga komoditas pangan di tengah perayaan Idul Fitri menjadi faktor utama pendorong inflasi pada bulan ketujuh tahun ini.
Harga daging ayam, misalnya, diperkirakan naik 3,2 persen, cabai merah 4,3 persen, dan bawang merah 13,3 persen. Selain kenaikan pangan, inflasi didorong oleh kenaikan tarif transportasi seiring dengan libur Lebaran. Di luar itu, kenaikan tarif dasar listrik pada Juni 2016 sebesar 0,8 persen juga turut mendorong inflasi.
Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia I Kadek Dian Sutrisna juga mengatakan, selain faktor Lebaran, kenaikan harga pangan dan transportasi didorong oleh momen libur sekolah.
Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dzulfian Syafrian menilai, inflasi pada Juli ini menarik karena memiliki tren yang berbeda pada awal dan akhir bulan.
Pada awal bulan, masyarakat membelanjakan uang dalam jumlah besar untuk kebutuhan Lebaran, sedangkan pada akhir bulan, masyarakat menahan belanja.
“Alhasil, inflasi tinggi di awal bulan diimbangi tekor di akhir bulan,” kata Dzulfian kepada Bisnis, Minggu, 31 Juli 2016.
Dzulfian menilai belum ada peningkatan daya beli masyarakat hingga Juli. Daya beli masyarakat masih lemah seperti bulan-bulan sebelumnya. Padahal seharusnya inflasi pada bulan ketujuh tahun ini cenderung tinggi karena ada momen Idul Fitri dibarengi dengan musim liburan sekolah.
Indikasi daya beli masyarakat lemah juga terlihat dari inflasi Juni yang cenderung rendah. Padahal momen tersebut bertepatan dengan Ramadan yang biasanya memiliki tingkat konsumsi yang tinggi.
Badan Pusat Statistik mencatatkan laju indeks harga konsumen (IHK) mengalami kenaikan atau inflasi 0,66 (month-to-month/mtm) dan 3,45 persen (year-on-year/yoy) dengan inflasi komponen inti sebesar 0,33 persen (mtm) dan 3,49 persen (yoy).
Dengan laju tersebut, inflasi sepanjang Januari hingga Juni bertengger di level 1,06 persen. Angka ini terbilang rendah karena inflasi satu bulan sebelum Lebaran selama dua tahun sebelumnya jauh lebih tinggi, yakni 0,93 persen.
Mohammad Faisal, Kepala Peneliti Center of Reform on Economics (CORE), menambahkan, kondisi daya beli masyarakat kelas menengah ke atas sudah mulai membaik.
Hal ini terlihat dari indikator penjualan mobil yang merangkak naik dari posisi negatif ke positif sejak Maret 2016. Namun daya beli masyarakat menengah ke bawah masih sangat lemah.
Kendati begitu, Faisal optimistis daya beli masyarakat pada semester II 2016 bakal membaik sebagai dampak pelonggaran kebijakan moneter serta makroprudensial yang dijalankan Bank Indonesia.