TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian ESDM menyatakan perlu ada keputusan politik yang diambil sebelum 2017 terkait dengan ekspor mineral olahan guna menjaga iklim investasi di sektor pertambangan tetap kondusif.
Ketentuan soal ekspor mineral akan kembali diatur dalam revisi UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang ditargetkan selesai tahun ini.
Menteri Eenergi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said berharap agar UU Mineral dan Batubara (Minerba) yang baru akan memberi kepastian terkait dengan sikap yang harus diambil oleh pemerintah.
Jika revisi UU Minerba tersebut tidak bisa selesai tahun ini, dia menegaskan, tetap harus ada keputusan politik untuk menyikapi batas waktu ekspor mineral olahan tersebut.
“Mudah-mudahan revisi undang-undang selesai pada waktunya. Sebelum 2017 harus sudah ada keputusan politik,” katanya usai rapat kerja Komisi VII DPR dengan Kementerian ESDM, Selasa (26 Juli 2016).
Sudirman tidak menjelaskan lebih jauh keputusan politik seperti apa yang bisa diambil. Dia me negaskan, perlu ada kepastian usaha bagi industri agar iklim investasi tetap terjaga.
Melalui Peraturan Pemerintah No mor 1 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Ta hun 2014, pemerintah telah memberi kelonggaran bagi perusahaan yang sudah melakukan pengolahan mineral dengan kadar minimal tertentu untuk bisa mengekspor komoditasnya hingga Januari 2017.
Tujuannya memberi waktu kepada perusahaan mineral untuk membangun smelter. Hingga saat ini, perkembangan pembangunan smelter masih berjalan lambat. Hal tersebut membuat kesiapan pengusaha pengekspor mineral olahan yang tengah membangun smelter terancam disetop mulai awal 2017.
Salah satunya adalah PT Freeport Indonesia (PTFI). Sebagai perusahaan pengekspor mineral olahan, dalam hal ini konsentrat tem baga, smelter perusahaan itu yang akan dibangun di Gresik, Jawa Timur dipastikan tidak bisa selesai pada Januari 2017.
UU MINERBA Anggota Komisi VII DPR Satya Widya Yudha mengungkapkan, pihaknya sebagai pemegang inisiatif revisi UU Minerba masih membahas naskah akademik. Menurutnya, revisi tersebut bisa selesai tahun ini apabila naskahnya sudah diparipurnakan bulan depan.
“Kalau sampai Agustus belum bisa diparipurnakan, kecil kemungkinan untuk selesai tahun ini,” ujarnya.
Terlepas dari itu, Satya menilai, pemerintah telah me langgar UU Minerba sejak mem bo lehkan konsentrat diekspor. Menurutnya, jika alasannya adalah pendapatan negara, pemerintah bisa saja mengeluarkan peraturan pengganti undang-undang (Perppu).
“Perppu itu bisa mengandung unsur emergency-nya.”
Senada dengan Satya, Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif menilai, pemberian waktu ekspor konsentrat hingga 2017 sudah melanggar UU Minerba. Dia melihat opsi yang bisa diambil apabila revisi UU Minerba molor adalah Perppu.