TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, prospek pajak cenderung positif dengan dipilihanya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan dalam perombakan kabinet Presiden Joko Widodo. “Pak Bambang (Bambang Brodjonegoro, Menkeu sebelumnya) berhasil mengantarkan tax amnesty menjadi undang-undang, tapi Indonesia butuh sosok yang lebih,” kata dia saat dihubungi, Rabu, 27 Juli 2016.
Prastowo yakin Sri Mulyani bisa menyelesaikan persoalan pajak. Ia mendasarkan pernyataannya pada tiga hal.
Pertama, Sri Mulyani dianggap memiliki ketegasan dibandingkan Bambang Brodjonegoro. Implementasi tax amnesty membutuhkan pengawasan yang kuat. Prastowo menganggap Sri Mulyani memiliki integritas dan sifat non-kompromistik. “Di situ Pak Bambang agak kedodoran,” kata dia. (baca: Sri Mulyani Masuk Kabinet Jokowi, Ini Tanggapan Surya Paloh)
Kedua, Sri Mulyani yang pernah menduduki posisi Menteri Keuangan dianggap memahami reformasi pajak. Di sisi ini, Sri Mulyani sudah memiliki roadmap yang menjadi nilai plus baginya. Bila dulu sempat tertunda, kata dia, Sri Mulyani sekarang bisa menyelesaikannya.
Ketiga, Sri Mulyani memiliki tingkat kepercayaan publik yang tinggi. Sri Mulyani akan lebih menimbulkan sentimen positif. Hal ini sangat bermanfaat terutama dalam repatriasi tax amnesty. Orang yang mau membawa uang kembali ke dalam negeri membutuhkan kepastian dari sisi kestabilan ekonomi. “Saya kira sosok Sri Mulyani bisa secara simbolik menunjukkan arah kebijakan pemerintahan Jokowi ke depannya,” tutur dia.
Baca Juga:
Namun begitu, dia menyatakan tetap ada sisi negatif dari Sri Mulyani. Pertama, Sri Mulyani sudah lama tak menduduki kursi pemerintahan. Sri Mulyani perlu mengikuti perkembangan dalam negeri dan menyesuaikan diri dengan cepat lantaran kini Indonesia dianggap dalam masa krisis. (Baca: Aburizal Bakrie: Sri Mulyani Solusi Masalah Ekonomi)
Berikutnya, Prastowo menganggap sikap Sri Mulyani terlalu kaku dan ini berpotensi menimbukan deadlock. Namun menurut Prastowo, kekakuan ini bsia dinetralkan dengan sikap Presiden Joko Widodo. “Jokowi pandai berkomuniaksi dan saya yakin itu bisa mengatasi kekuarangan Sri Mulyani.”
Terakhir, kelemahan Sri Mulyani adalah beban pada masa lalu, yakni permasalahan dalam negeri yang masih melekat pada Sri Mulyani sebelum ia menjabat di Bank Dunia, yaitu bailout Bank Century, yang oleh sebagian kalangan dinilai sebagai penyelewengan. Beban itu berpotensi mengganggu jalannya pemerintahan. (Baca: Bambang Soesatyo: Penunjukan Sri Mulyani Bisa Bikin Gaduh)
BAGUS PRASETIYO