TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Bawono Kristiaji, menilai terlalu dini mengukur apakah target penerimaan pajak dari program pengampunan pajak (tax amnesty) sebesar Rp 165 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016 bakal tercapai.
"Walau demikian, jika melihat antusiasme di lapangan selama seminggu terakhir, agaknya target tersebut bukan suatu hal yang mustahil. Syaratnya, momentum ini harus dijaga dengan mengacu pada lima hal," ujar Bawono saat dihubungi, Selasa, 26 Juli 2016.
Menurut Bawono, pemerintah harus memastikan para wajib pajak yang belum melaporkan hartanya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, berpartisipasi dalam program tax amnesty. "Untuk itu, perlu diberi sosialisasi yang luas dan detail," ujarnya.
Baca Juga: Tax Amnesty, PBNU Akan Minta Penjelasan Pemerintah
Pemerintah, Bawono menambahkan, juga harus memastikan bahwa Direktorat Jenderal Pajak dan pihak yang ditunjuk untuk menampung dan mengelola dana repatriasi telah siap. "Baik dari sisi organisasi, pelayanan, maupun manajemen data, serta berintegritas dan berkomitmen secara penuh."
Selain itu, menurut Bawono, pemerintah perlu memberi sinyal bahwa tax amnesty adalah program sekali seumur hidup dan akan ada penegakan hukum pajak di masa mendatang. "Pemerintah pun perlu cepat tanggap dalam menuntaskan sengketa hukum di Mahkamah Konstitusi," katanya.
Berita Menarik: Disebut 'Anak Durhaka' oleh Sudirman, Ini Kata Direktur PLN
Yang terakhir, Bawono menilai, pemerintah mesti fokus pada implementasi program tax amnesty tanpa harus terganggu isu-isu dan tantangan-tantangan yang berasal dari luar. "Misalnya, isu mengenai Singapura yang ingin menjegal repatriasi dana."
Hingga Jumat lalu, antusiasme masyarakat untuk mengikuti program tax amnesty cukup tinggi. Dari 43 wajib pajak yang telah mendaftarkan diri dalam program itu, nilai aset yang dideklarasikan mencapai sekitar Rp 400 miliar dengan jumlah tebusan Rp 7-8 miliar.
ANGELINA ANJAR SAWITRI