TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis lingkungan dari Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Sumatera Selatan menyatakan, berdasarkan pada data dan temuan di lapangan, terdapat lebih dari satu juta hektare hutan di provinsi ini yang mengalami kerusakan.
"Dari total luas kawasan hutan sekitar 3,5 juta hektare di Sumatera Selatan, lebih dari satu juta hektare di antaranya mengalami kerusakan ringan dan berat," kata aktivis SHI Sumatera Selatan Riyan Syahputra di Palembang, Senin, 25 Juli 2016.
Dia menjelaskan, kerusakan hutan di provinsi yang memiliki 17 kabupaten dan kota itu disebabkan oleh faktor alam dan manusia.
Menurut Riyan, kerusakan hutan yang disebabkan oleh faktor alam seperti kebakaran pada musim kemarau, sedangkan faktor manusia seperti aksi pencurian kayu atau penebangan pohon tanpa izin.
Guna mencegah terjadinya kerusakan hutan yang semakin luas dan parah, tutur Riyan, diperlukan kepedulian semua pihak dan lapisan masyarakat untuk menghentikannya.
Hutan yang ada di wilayah provinsi berpenduduk sekitar 8,6 juta jiwa ini dimanfaatkan secara berlebihan, kayunya ditebangi tanpa upaya penghijauan yang seimbang. Lahannya juga dimanfaatkan untuk pertambangan dan perkebunan dengan alasan pemanfaatan potensi daerah demi kesejahteraan rakyat. Sementara itu, upaya pelestariannya sangat rendah.
Akibat terjadi kerusakan yang cukup luas, hutan di provinsi ini tidak dapat berfungsi secara maksimal untuk menyerap air hujan. Ketika musim hujan datang, air sungai pun meluap di mana-mana, yang dapat menimbulkan kerugian harta benda dan korban jiwa.
Riyan mengingatkan, kerusakan hutan tersebut tidak boleh dibiarkan terus bertambah dan mengancam kehidupan masyarakat di daerah ini.
Hutan perlu dikembalikan fungsinya sebagai gudang penyimpan air dan tempat penyerapan air hujan. Air hujan yang berlimpah pun dapat disimpan di dalam tanah dan tidak langsung mengalir. Dengan demikian, pada musim hujan tidak akan terjadi luapan air sungai dan banjir, dan pada musim kemarau, kekeringan tidak akan melanda.
ANTARA