TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan pemerintah tetap membuka keran impor jeroan karena hal itu merupakan keinginan atau permintaan rakyat.
"Banyak yang komentari kebijakan impor jeroan dengan mengatakan saya tidak konsisten dengan perkataan atau peraturan yang sebelumnya melarang impor jenis itu. Tetapi saya tidak peduli karena impor memang karena kebutuhan rakyat," katanya di Deli Serdang, Sumatera Utara, Senin, 25 Juli 2016.
Amran mengatakan itu di sela acara panen dan tanam padi di Desa Cinta Damai, Percut Sei Tuan, Deli Serdang, Sumatera Utara. Selain karena kebutuhan, impor juga dilakukan melihat harga jeroan termasuk daging sapi di dalam negeri yang jauh lebih mahal dari harga di luar negeri.
Di luar negeri harga jeroan misalnya sekitar US$ 1 per kilogram atau jauh lebih murah dari harga di dalam negeri yang berkisar US$ 7. "Jadi saya pikir yang protes itu karena ada yang keuntungannya berkurang dengan kebijakan impor jeroan itu seperti halnya daging," katanya.
Dia menegaskan, dirinya atau pemerintah konsisten pada kepentingan rakyat dan ideologi. "Oleh karena itu bukan hanya pernyataan peraturan menteri. Bahkan peraturan presiden bisa diubah kalau untuk kepentingan rakyat," kata Amran.
Sebelumnya, larangan impor jeroan jenis paru, usus, dan babat ada di Peratuan Menteri Kehutanan Nomor 50/Permentan/OT.140/9/2011 tentang Rekomendasi Persetujuan Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan Olahan ke Indonesia.
Berbeda dengan daging secondary cut yang impornya hanya oleh perusahaan BUMN yakni Bulog, maka impor jeroan untuk swasta.