TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menetapkan syarat yang ketat bagi moda transportasi yang digunakan untuk angkutan mudik Lebaran tahun ini. Dia meminta aspek keselamatan semua moda transportasi dicek dengan ketat dan teliti, dari bus, kereta api, kapal laut, hingga pesawat terbang. "Saya tidak pernah mau merisikokan keselamatan," ujarnya.
Jonan mengatakan alat transportasi umum yang tidak memenuhi persyaratan dari aspek keselamatan dilarang beroperasi untuk mengangkut para pemudik. Jonan mengatakan tak pernah main-main soal aturan keselamatan penumpang. "Dalam transportasi, ada prinsip 'No Go Item'. Kalau item itu tidak ada atau tidak berfungsi, ya, tidak boleh pergi," kata mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) itu.
Dua pekan sebelum Lebaran, Jonan menerima tim dari Majalah Tempo untuk wawancara di kantornya pada Rabu dua pekan lalu. Dengan gayanya yang ceplas-ceplos, Jonan memaparkan ihwal persiapan mudik, kasus Lion Air dan AirAsia, hingga pemotongan anggaran kementeriannya.
Bisa diceritakan bagaimana Anda menyambut arus mudik Lebaran tahun ini?
Tiap tahun selalu ada mudik, tapi apa bedanya dengan tahun lalu? Bedanya, sekarang ada pemeriksaan wajib kendaraan. Untuk bus, hanya bus antarkota dan antarprovinsi yang diperiksa karena bus perkotaan bukan tanggung jawab pemerintah pusat, walaupun kami juga minta mereka tetap diperiksa. Ada 45 ribu bus, 529 pesawat komersial, 1.200 kapal laut, 447 lokomotif, dan 1.600 gerbong kereta api yang harus diperiksa sampai 24 Juni. Ini jungkir balik memeriksanya karena selama ini tak pernah diperiksa.
Aspek apa saja yang diperiksa?
Aspek keselamatan. Di transportasi itu ada prinsip No Go Item. Jadi item yang harus ada. Kalau item itu tidak ada atau tidak berfungsi, ya, tidak boleh pergi. Itu detail. Misalnya bus, speedometer-nya ada tapi tidak berfungsi, ya, pasti enggak boleh jalan, dong. Ini juga mengajarkan kami sebagai regulator keselamatan transportasi untuk memeriksa semuanya. Kalau ini berhasil, akan saya bikin program rutin, misalnya enam bulan sekali diperiksa, nanti mau Natal juga diperiksa lagi.
Memang sebelumnya tidak pernah ada pemeriksaan seperti ini?
Sebenarnya ada uji kir (kendaraan bermotor), pesawat juga secara berkala ada. Tapi, kalau saya mau jujur, kadang-kadang konsistensinya tidak penuh. Ini yang saya enggak suka. Kalau perlu saya bikinkan peraturan menteri tentang kewajiban pemeriksaan itu.
Apakah Kementerian Perhubungan menyiapkan alternatif transportasi kalau banyak bus tidak layak jalan?
Tidak menyiapkan. Kalau tidak jalan, ya, diperbaiki.
Apakah armada yang tersedia cukup?
Pertanyaannya saya balik, kalau enggak cukup bagaimana? Secara teori, kalau tidak dalam saat yang bersamaan, semestinya cukup. Tapi, kalau mau bersamaan, pasti tidak cukup. Contohnya kereta api dulu. Sewaktu menjabat Direktur Utama PT KAI, saya menjalankan enam kali operasi Lebaran tahun 2009 sampai 2014. Tahun pertama, instruksi Menteri Perhubungan waktu itu bilang semua penumpang yang ada di stasiun usahakan diangkut. Tapi hancur, berantakan. Dari segi keselamatan, apalagi pelayanan, berantakan. Tahun 2010, saya bikin pembatasan hanya mengangkut 150 persen, masih berantakan juga, tapi sudah mending. Yang tidak punya tiket diturunkan. Lalu, pada 2011, satu tempat duduk satu orang. Lancar, ternyata masyarakat menyesuaikan. Ternyata, kalau kita mau, masyarakat juga bisa diatur.
Bagaimana dengan bus?
Bus juga begitu. Sudah saya kumpulkan 130 perusahaan otobus seluruh Jawa, Sumatera, dan Bali untuk saya kasih arahan. Saya bilang, kalau tidak bisa sempurna kali ini tidak apa-apa, tapi saya minta lima syarat harus dipenuhi. Pertama, speedometer harus berfungsi, kaca depan harus tidak boleh pecah, pengemudi harus menggunakan sabuk pengaman, rem tangan harus berfungsi, dan ban harus layak. Semua setuju. Dengan kualitas keselamatan dan pelayanan membaik, pasti bus antarkota kembali ke masa kejayaannya lagi.
Di beberapa ruas jalur mudik masih ada perbaikan jalan. Apakah jalur mudik akan terganggu?
Saya kira, kalau belum selesai sampai 24 Juni, pasti mengganggu. Tapi saya kira Menteri Pekerjaan Umum juga berfokus segera menyelesaikannya.
Anda sempat melontarkan pernyataan akan mendenda mobil yang terlalu lama berhenti di rest area jalan tol. Apakah jadi diberlakukan?
Enggaklah. Pokoknya rest area itu seperti tempat parkir, kalau makin lama kan makin mahal. Rest area itu tidak boleh menjadi titik kemacetan baru. Lalu juga gerbang tol. Saya kemarin sudah kirim surat ke Menteri Pekerjaan Umum, pembayaran di semua gerbang tol sebaiknya jangan pakai uang tunai. Entah pakai kartu, pakai radar pembaca, atau apalah. Teknologinya ada. Paling kurang, pakai kartu seperti KRL (kereta rel listrik) itu. Penumpang KRL jumlahnya sampai 1 juta orang saja bisa pakai kartu.
Apa jawaban mereka?
Katanya dikerjakan bertahap. Saya sudah bilang dengan Menteri PU, sebenarnya kalau mau dibikinkan instruksi atau peraturan Menteri PU atau apalah. Kalau ada di saya, akan saya bikinkan, dalam enam bulan harus selesai.
Berapa estimasi pemudik tahun ini?
Naik 3-4 persen dari tahun lalu. Diperkirakan pengguna angkutan darat turun 7 persen, kereta api naik 4,6 persen, angkutan laut naik 3 persen, angkutan udara naik 7,6 persen. Ini angka yang logis, kalau bandara saya besarkan, yang naik kapal laut memang pasti akan semakin sedikit. (Menurut data Kementerian Perhubungan, total jumlah pemudik pada 2015 mencapai 17,4 juta orang, yang meliputi angkutan darat 4,69 juta, kereta api 3,9 juta, angkutan udara 4,3 juta, dan angkutan laut 883 ribu.
TIM TEMPO