TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Dewan Perwakilan Rakyat Taufik Kurniawan mengatakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR adalah momentum untuk mengembalikan dana asal Indonesia yang berada di luar negeri. Undang-undang ini hanya berlaku sejak 1 Juli 2016 sampai 31 Maret 2017.
"Ini momentum karena berlaku hanya sekali dan durasinya 9 bulan. Pernah dilakukan di masa Orde Baru. Efektivitas dari segi teknis dan prosesnya sekarang kami serahkan ke pemerintah," kata Taufik setelah rapat di gedung DPR, Jakarta, Selasa, 28 Juni 2016.
Taufik membantah jika dikatakan pengesahan UU Pengampunan Pajak terkesan terburu-buru. Menurut dia, semua proses pembahasan sudah dilaksanakan secara terbuka. DPR, kata dia, mendukung pemerintah meningkatkan efektivitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Taufik mengatakan pemberlakuan pengampunan pajak memberi kesempatan kepada pemegang modal di luar negeri mengembalikan dana ke Indonesia. "Bukan masalah ketidakadilan, melainkan semata-mata untuk memberi ruang dan menarik keinginan pemegang investasi di luar negeri mengembalikan capital ke dalam negeri," tuturnya.
Ketua Komisi Keuangan Ahmadi Noor Supit mengatakan UU Pengampunan Pajak memberi kesempatan bagi pemilik dana di luar negeri mengembalikan uang karena kesulitan secara administrasi. "Asalkan diampuni, mereka tergugah membawa uangnya kembali," katanya.
Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty disetujui DPR menjadi undang-undang dalam rapat paripurna hari ini.
Pengesahan ini dinilai akan membawa dampak positif bagi postur anggaran pemerintah. Berdasarkan kesepakatan Badan Anggaran, asumsi penerimaan dari tax amnesty sebesar Rp 165 triliun.
ARKHELAUS W