TEMPO.CO, Jakarta - Panitia kerja Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) DPR selesai membahas seluruh pasal dalam RUU hingga mencapai kesepakatan. Anggota panitia kerja dari fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun optimistis Dewan akan mengesahkan rancangan itu menjadi undang-undang pada paripurna besok.
"Semua sudah setuju, PDI Perjuangan juga. Saya yakin besok bisa diketok," kata Misbakhun di Kompleks Parlemen Senayan, Senin, 27 Juni 2016.
Sepekan lalu, Panja masih memperdebatkan tujuh pasal alot. Beberapa di antaranya adalah ihwal jangka waktu pemberlakuan, obyek, dan tarif pengampuan pajak. Panja kerap menggelar pertemuan tertutup di luar Kompleks Parlemen Senayan beberapa hari terakhir. Fraksi PDI Perjuangan dan Partai Keadilan Sejahtera, kata Misbakhun, sempat beberapa kali berseberangan. "Kalau ada perubahan nanti kami lobi-lobi lagi," katanya.
Baca Juga: Setya Novanto Temui Menteri Luhut, Bicara Tax Amnesty?
Menurut Misbakhun, Panja akhirnya menyetujui masa berlaku tax amnesty sembilan bulan terhitung per Juli 2016 hingga tahun depan. "Sampai 31 Maret 2017." Panja menilai usulan awal pemerintah terkait masa berlaku hanya enam bulan hingga Desember 2016 terlalu singkat.
Jika RUU Tax Amnesty disahkan pekan ini, Kementerian Keuangan bakal memasukkan repatriasi pajak ke dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016. Dalam rapat di Badan Anggaran, pemerintah menargetkan penerimaan negara sebesar Rp 165 triliun dari pengampunan pajak.
Misbakhun optimistis pemerintah bakal mencapai target itu meskipun masa berlaku tax amnesty diperpanjang. Panja sengaja menaikkan tarif pajak dari usulan awal. Yaitu, deklarasi aset di dalam negeri dikenai tarif dua persen untuk tiga bulan pertama, tiga persen untuk tiga bulan kedua, dan lima persen untuk tiga bulan ketiga.
Simak Pula: NasDem Sampaikan ke Pimpinan KPK Ada Pendompleng Tax Amnesty
Ihwal repatriasi aset di luar negeri akan dikenai tarif yang sama dengan deklarasi dalam negeri. Deklarasi aset di luar negeri yang tidak dialihkan ke dalam negeri dikenai tarif tebusan empat persen untuk tiga bulan pertama, enam persen untuk tiga bulan kedua, dan sepuluh persen untuk tiga bulan ketiga.
"Jadi, keinginan pemerintah diakomodasi dengan pemberian tarif lebih besar," kata Misbkahun. Awalnya, pemerintah mengusulkan besaran tarif 1-3 persen. "Kan sudah kami naikkan dua kali lipat, kalau terlalu tinggi nanti tak menarik bagi dunia usaha."
Senin siang, 27 Juni 2016, Komisi Keuangan akan menggelar rapat kerja lanjutan terkait kesepakatan ini. Hasil rapat kerja menentukan nasib rancangan undang-undang untuk dibawa ke paripurna, Selasa, 28 Juni 2016.
PUTRI ADITYOWATI