TEMPO.CO, Surabaya - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tetap meminta agar Lapindo Brantas Inc melakukan kajian seismik ulang di Lapangan Tanggulangin. Hal itu diperlukan untuk memastikan keamanan rencana pengeboran dua sumur baru, TGA-1 dan TGA-2, di Desa Kedungbanteng, Sidoarjo, Jawa Timur.
"Pemerintah sudah menugaskan SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi) berkoordinasi dengan Lapindo untuk melakukan studi lagi," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral I Gusti Nyoman Wiratmaja kepada Tempo saat inspeksi di Terminal BBM Surabaya, Rabu, 22 Juni 2016.
Wira menegaskan, studi ulang harus dilakukan karena studi seismik yang dimiliki Lapindo merupakan studi lama sebelum tragedi semburan lumpur pada 2006. Pemerintah perlu mengetahui kondisi bawah permukaan sekitar lokasi bakal pengeboran setelah semburan. "Kami harus tahu pasti untuk bisa menentukan pemberian izin pengeboran."
Koordinasi dengan SKK Migas, kata Wira, dilakukan karena pengeboran berkaitan dengan cost recovery. “Seperti seberapa dalam boleh dilakukan, seberapa detail, itu berhubungan dengan biaya.”
Meski Lapindo telah merawat satu sumurnya di Lapangan Wunut, yakni WNT-19, kata Dirjen, itu tak otomatis menggugurkan kewajibannya melakukan kajian seismik yang baru. "Karena dari workover saja tidak terlihat kondisi sistem geologi di sekitarnya."
Dirjen Migas telah menugaskan SKK Migas dan Lapindo sejak beberapa bulan lalu. Wira masih menunggu laporan dari keduanya mengenai berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk studi itu. Menurut dia, studi tersebut memerlukan waktu sekitar enam bulan sampai satu tahun.
Untuk itu, Lapindo selaku kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) harus menunda pelaksanaan pengeboran. Namun Lapindo tetap diperbolehkan melakukan workover atau perawatan sumur dan persiapan lokasi.
Adapun warga Kedungbanteng masih menolak saat Lapindo menguruk dan memadatkan tanah yang menjadi kegiatan awal pengeboran (drill site preparation) sejak Januari 2016. Mereka masih trauma akibat semburan lumpur sepuluh tahun silam. Untuk meredakan ketegangan warga, Gubernur Soekarwo menurunkan Tim Kajian Kelayakan Teknis dan Sosial yang terdiri atas puluhan peneliti ITS Surabaya.
ARTIKA RACHMI FARMITA