TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio berpendapat rencana Inggris keluar dari Uni Eropa atau Brexit alias British Exit tidak akan berdampak terhadap Indonesia, khususnya pada saham dan perdagangan.
“Saya sih melihatnya tidak terlalu (berdampak),” ujar Tito saat ditemui di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis, 23 Juni 2016.
Tito mengatakan Indonesia bisa terkena dampaknya apabila ekonomi secara global sudah mulai terganggu. Terkait dengan Brexit, menurut Tito, yang akan terkena dampaknya lebih dulu adalah negara-negara Eropa.
Menurut Tito, kalau misalnya Inggris jadi keluar Uni Eropa, Uni Eropa akan terpecah. Keuangan negara-negara Eropa, seperti Yunani, yang dulu pernah dibantu, akan kembali terganggu. “Mereka yang akan lebih dulu kena,” katanya.
Sementara itu, pakar saham asal Amerika Serikat, Bill Gross, mengatakan pasar saham akan kacau jika Inggris memutuskan keluar dari Uni Eropa.
Menurut Gross, keluarnya Inggris dari Uni Eropa dapat memicu negara-negara lain melakukan hal yang sama.
"Prancis atau Italia bisa saja tiba-tiba memutuskan kebijakan dalam negeri mereka. Jika Brexit menang, ketakutan akan terjadi dalam bursa saham dan harapan terhadap meningkatnya pertumbuhan menjadi terancam," ujar Gross, seperti dikutip dari kantor berita CNBC, Minggu, 12 Juni 2016.
Gross mengatakan kemungkinan terjadinya Brexit tidak mendukung aset berisiko. Aset berisiko bergantung pada pertumbuhan. "Bahkan, di pasar yang ber-yield tinggi, mereka bergantung pada stabilitas dan keberlanjutan arah kebijakan politik yang saat ini pertumbuhannya terancam sehingga aset berisiko juga terancam," tuturnya.
Selain itu, menurut Gross, keputusan keluarnya Inggris dari Uni Eropa akan membuat peredaran dan perpindahan uang menjadi lebih cepat. Hal itu, kata pemilik Pacific Investment Management tersebut, akan mengakibatkan volatilitas dan ketidakstabilan dalam bursa saham.
BAGUS PRASETIYO | CNBC