TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said hari ini melaporkan kemajuan proyek kelistrikan 35.000 Megawatt(MW) kepada Komisi VII DPR. Kata Sudirman, megaproyek ini justru tersendat lantaran ulah PT PLN(Persero) sendiri.
"Ini adalah contoh market nggak lihat kesatuan gerak regulasi dan eksekusi. Secara kebijakan pasar menyambut baik, ternyata dalam pelaksanaannya tidak semudah apa yang dirancang," ujar Sudirman di kompleks parlemen, Selasa, 21 Juni 2016.
Sudirman menyebut aksi PLN dalam proyek listrik selama ini berlawanan dengan kebijakan yang ditetapkan pemerintah. Seperti kebijakan penugasan PLN untuk membeli excess power(kelebihan daya) pengembang listrik swasta(IPP) dengan harga yang tinggi, diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2015 dan Permen ESDM Nomor 3 Tahun 2015. Tujuannya untuk peningkatan penyediaan tenaga listrik.
Ternyata PLN malah menerbitkan aturan teknis pembelian excess berdasarkan harga perkiraan sendiri, yang dihitung berdasarkan umur pembangkit. Kata Sudirman, aturan ini menjadikan penjualan excess power tidak menarik dan upaya penanganan krisis listrik terhambat.
Kedua, Kementerian menugaskan PLN untuk menunjuk agen pengadaan independen untuk proses pengadaan pembangkit. Ternyata, PLN dianggap Sudirman menerbitkan aturan baru yang menyebabkan pengadaan pembangkit oleh IPP menjadi panjang.
"IPP tidak dianggap sebagai mitra, tapi malah kompetitor," kata Sudirman.
Dua sikap ini, menurut dia, belum cukup jika ditambah sikap PLN yang tidak kunjung menaati penugasan Kementerian untuk membeli listrik tenaga mikrohidro dengan tarif baru, dan membangun jaringan kabel transmisi bawah laut(High Voltage Direc Current/HVDC). Kebijakan HVDC diketahui membuat proyek Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2016-2025 molor lebih dari enam bulan.
PLN juga emoh melepas sebagian wilayah usahanya untuk dibangun pembangkit serta transmisi oleh pengembang swasta, sebagaimana amanat Permen ESDM Nomor 28 Tahun 2015 dan PP Nomor 142 Tahun 2015. Akibatnya penyediaan tenaga listrik di daerah yang belum terjangkau dan beberapa kawasan
"Niat mempercepat itu tidak terlaksana lalu pasar bertanya, regulatornya siapa?" ujar Sudirman.
Tudingan ini dijawab Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Menurut dia, PLN tidak berniat melangkahi kebijakan Kementerian. Hanya saja, perseroan sebagai eksekutor megaproyek harus memastikan kelangsungan program berjalan efektif dan tepat waktu.
"Kami memang berhati2 karena progress proyek yang lama sangat lambat. Bukan mempersulit, tapi menyaring," ujar Sofyan.
Selama ini, Sofyan mengatakan, PLN menyeleksi secara ketat investor yang ikut tender proyek listrik. Dia tidak ingin program ini diikuti investor yang hanya bermodal kertas, seperti program Fast Track tahap I dan II. Akibatnya banyak pembangkit yang mangkrak.
Dia mengklaim upaya ini cemerlang. Sejak peluncuran program pada Mei tahun lalu, kemajuan pembangunan pembangkit mencapai 24,9 persen. Proyek yang sudah berkontrak mencapai 49 persen atau 18.000 MW. Dari angka ini, 3.275 MW masuk tahap perencanaan, 9.680 masuk tahap tanda tangan kontrak, 2.883 MW
masuk tahap konstruksi, 3.480 MW tahap pengadaan.
Sementara tahap pembangunan transmisi kemajuannya 36 persen atau sebesar 16.712 kms. Transmisi yang telah difungsikan sebesar 2.792 kms atau 6 persen dan tahap pra konstruksi sebesar 27.098 kms atau 58 persen.
"Kemajuan ini masih on the track. Sesuai target," ujar Sofyan.
ROBBY IRFANY