TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Bank Indonesia Hendar mengatakan penerbitan aturan transaksi lindung nilai (hedging) syariah didasarkan pada perkembangan industri perbankan syariah.
Hendar mengatakan aset bank syariah mengalami peningkatan. Selain itu, ada potensi peningkatan transaksi valas, baik oleh perbankan maupun nasabah, seperti dana haji dan umrah. "Pertumbuhan tersebut memerlukan mitigasi risiko," katanya di gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat, 17 Juni 2016.
Hendar mengatakan pembiayaan valas syariah meningkat sekitar Rp 14 triliun. Penempatan dana haji di lembaga keuangan syariah pun semakin meningkat. Adapun estimasi biaya haji hingga 2029 meningkat Rp 52 juta.
Latar belakang lainnya penerbitan aturan transaksi hedging syariah ialah kondisi keuangan global yang sedang terpapar risiko Brexit dan Fund Fed Rate. "Kondisi keuangan global saat ini berisiko terhadap stabilitas nilai tukar," ujarnya.
Pertimbangan lain adalah belum adanya instrumen pengelolaan risiko nilai tukar yang memenuhi prinsip syariah. BI baru mengeluarkan ketentuan hedging konvensional bagi korporasi yang terpapar utang luar negeri pada 2014.
Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/2/PBI/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah pada Februari 2016. Peraturan tersebut hingga saat ini belum terealisasi dan baru disosialisasikan hari ini, Jumat, 17 Juni. Sosialisasi diberikan kepada perbankan, biro travel haji dan umrah, Otoritas Jasa Keuangan, Direktur Kementerian Agama, Dewan Syariah Nasional, dan Majelis Ulama Indonesia.
VINDRY FLORENTIN