TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo optimistis isu keputusan Inggris tetap bertahan atau keluar dari organisasi kawasan Uni Eropa (British Exit atau Brexit) tidak akan terlalu berpengaruh terhadap negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal itu didasari hasil kajian dan pantauan tim bank sentral dalam beberapa waktu belakangan ini.
Perry mengatakan Indonesia memiliki penyangga sehingga terhindar dari dampak buruk isu Brexit. "Pertama, kondisi fundamental Indonesia cukup kuat," katanya di gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat, 17 Juni 2016.
Cukup kuatnya fundamental Indonesia, menurut Perry, di antaranya terlihat dari kondisi ekonomi makro Indonesia yang sehat, termasuk di dalamnya kondisi sistem perbankan. Selain itu, pemerintah telah mengambil langkah untuk menstimulus dan melonggarkan kebijakan moneter serta mikroprudensial. "Langkah tersebut akan meningkatkan prospek ekonomi Indonesia.”
Justru sebaliknya, kata Perry, pengaruh Brexit akan lebih banyak dirasakan negara di kawasan Eropa yang berhubungan dengan Inggris. "Karena itu fenomena kawasan Eropa," ucapnya.
Perry mengatakan isu Brexit berdampak langsung terhadap pelemahan pound sterling dan penguatan euro. Investasi di Inggris ada kemungkinan juga akan terganggu karena ada potensi investor lebih memilih negara Uni Eropa.
Keyakinan Perry agak berbeda dengan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, yang sebelumnya memperkirakan Brexit bakal memicu gejolak perekonomian global. Hal itu juga menjadi sentimen yang mempengaruhi, selain kenaikan tingkat suku bunga bank sentral Amerika Serikat (Fed Rate).
Agus menyebutkan bukan hanya dampak yang timbul melalui jalur perdagangan kelak akibat keputusan Inggris tersebut yang dikhawatirkan bank sentral. “Tapi juga dampak di jalur keuangan,” ucap Agus pada pertengahan Mei lalu. “Hal itulah yang perlu kita diwaspadai.”
VINDRY FLORENTIN | BAGUS PRASETIYO