TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Rahmat Waluyanto menyatakan batalnya bank sentral Amerika Serikat (The Fed) dalam menaikkan suku bunga karena ingin lebih berhati-hati. The Fed juga diperkirakan tidak akan gegabah untuk menaikkan suku bunga di tahun ini.
Rahmat berharap Bank Indonesia (BI) dapat menurunkan lagi kebijakan suku bunganya. “Sehingga dalam jangka menengah-panjang, pertumbuhan ekonomi domestik akan membaik,” kata Rahmat dalam pesan tertulisnya, Kamis, 16 Juni 2016.
Pasca keputusan The Fed yang tidak jadi menaikkan suku bunga atau Fed Fund Rate membuat beberapa pasar saham bergerak membaik. Pembalikan ke arah positif atau rebound akibat pelaku pasar yang kembali memanfaatkan pelemahan dengan mengakumulasi saham.
Di bursa saham Asia, Indeks Nikkei Jepang naik 0,4 persen, dan Hang Seng Hongkong naik 0,9 persen, sementara di Eropa, DAX Indeks Jerman naik 0,9 persen. Namun hal itu berbalik dengan kondisi pasar saham AS yang melemah, karena persepsi ekonomi AS yang tidak cukup kuat pasca keputusan the Fed yang tidak jadi menaikkan Fed Fund rate. Indeks S&P 500 di AS turun 0,2 persen.
Rahmat memperkirakan BI Rate yang sekarang ini tidak akan turun secara signifikan. “Oleh karena itu, BI lakukan perubahan kebijakan penggunaan policy rate menjadi 7-day repo rate pada bulan Agustus yg bunganya bisa sekitar 5 persen,” ujarnya.
Menurut Rahmat, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yg semakin membaik tentunya akan memberikan sentimen positif di pasar modal. Meskipun, kata dia, dalam jangka pendek bisa terjadi penurunan harga-harga saham sektor tertentu.
Usai The Fed tak menurunkan suku bunga, muncul sinyal lembaga itu akan mengambil langkah yang lebih lambat dalam menaikkan tingkat bunga Fed Fund Rate di tengah pasar tenaga kerja AS dan investasi yang melambat. Pada konferensi pers, Gubernur The Fed, Yellen, menyakini ekonomi AS secara fundamental tetap kuat walau proyeksi pertumbuhan ekonomi AS dipangkas menjadi 2 persen dari 2,2 persen untuk 2016.
DESTRIANITA