TEMPO.CO, Jakarta - PT Unilever Indonesia memutuskan menaikkan harga sejumlah produknya 1,9 persen pada Februari lalu.
Sancoyo Antarikso, External Relations Director & Corporate Secretary Unilever Indonesia, menuturkan ada beragam pertimbangan yang membuat pihaknya menaikkan harga. "Salah satunya pressure di cost, kuartal I kemarin dolar naik," ujar Sancoyo di Le Meridien Jakarta, Selasa, 14 Juni 2016.
Sancoyo berujar, pelemahan rupiah terhadap dolar menjadi pertimbangan penting yang mempengaruhi kenaikan harga produk. Namun pihaknya belum dapat memastikan apakah hingga akhir tahun kenaikan harga tidak terjadi lagi.
"Kami akan terus pantau perkembangannya. Nanti kita lihat lagi," ujar Sancoyo. Dia berujar, tahun lalu, pihaknya menaikkan harga produk dalam tiga periode berbeda, yaitu Maret, Agustus, dan Oktober. Kenaikan rata-rata harga produk tahun lalu adalah 3 persen. "Intinya, kenaikan harga tidak lebih dari inflasi," ucapnya.
Terkait dengan penjualan, Sancoyo menuturkan, selama Ramadan, pasar tumbuh 5-7 persen. Unilever menargetkan tumbuh di atas rata-rata. "Kalau bisa kita inginnya lebih," ujarnya. Menurut dia, setiap tahun, Ramadan akan berkontribusi terhadap tingginya penjualan, yaitu mencapai 25-26 persen.
Sancoyo mengatakan saat ini Unilever memiliki total seribu produk atau stock keeping unit. Dia mengaku, hingga akhir tahun nanti, tak ada rencana akuisisi atau peluncuran merek baru. "Paling inovasi saja. Tahun ini kita launch dan relaunch 40 jenis," katanya. Adapun 15 di antaranya telah dilakukan pada kuartal I kemarin.
Penjualan Unilever tercatat tetap mengalami pertumbuhan positif sepanjang 2015, yaitu Rp 5,7 persen menjadi Rp 36,5 triliun dengan pertumbuhan laba 2 persen.
Kategori foods and refreshment disebut menjadi kategori dengan pertumbuhan tertinggi dengan jumlah penjualan yang berhasil dibukukan mencapai Rp 11,1 triliun. Sedangkan kategori home and personal care mencatatkan penjualan Rp 25,4 triliun.
GHOIDA RAHMAH