TEMPO.CO, Lembata - Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Nilanto Perbowo mengatakan pemerintah mengawasi pemegang izin impor ikan agar berjalan sesuai dengan ketentuan. Pemerintah, kata dia, akan menindak tegas jika menemukan banjirnya ikan asing di pasar lokal akibat penyalahgunaan izin impor.
"Misal impor untuk seratus persen ekspor ya kita akan kontrol, kalau merembes kita hentikan jadi importir," kata Nilanto di Pabrik Tepung Ikan, PT Indo Mas Ikan Indonesia, Bukung, Lembata, Nusa Tenggara Timur, Sabtu, 11 Juni 2016.
Pemerintah, kata Nilanto, juga akan memberikan hukuman bagi pemegang izin impor yang melanggar perjanjian. Berbeda dengan izin impor yang biasanya dikeluarkan Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan yang memberikan izin impor ikan. Izin impor atau izin pemasukan hasil perikanan ini dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan.
Nilanto mempersilakan 167 perusahaan pengolahan atau pengalengan mengajuan izin impor ikan. Menurut dia, kebanyakan impor adalah ikan makarel, sarden dan kembung yang berasal dari negara yang berada di Kepulauan Pasifik, Amerika Latin hingga Asia.
Nilanto mengatakan tak semua daerah memiliki sarana penopang industri perikanan seperti pabrik es dan gudang beku yang dapat menjamin mutu tangkapan nelayan. Untuk itu pemerintah sedang membangun cold chain system dan mengintegrasikan gudang beku sebagai pengembangan sentra kelautan dan perikanan terpadu.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Zulficar Mochtar mengatakan peluang pencucian ikan yang memanfaatkan kebijakan impor tergolong besar. Peluang ini berasal dari banyaknya kapal ilegal dan sejumlah pemalsuan sertifikat ukuran kapal penangkap ikan yang selama ini jumlahnya tidak berbeda-beda. "Potensi in berasal dari berapa banyaj ikan diambil dari Indonesia oleh kapal-kapal yang tidak terdata," kata dia.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tak menampik potensi pencucian ikan dibalik impor ikan. Untuk mencegah hal itu, Susi mempertanyakan asal tempat impor dan mengecek kebenarannya dari otoritas setempat. ""Saya curiga ini juga pencucian ikan, makanya kita awasin. Sebelum bongkar kita tanya dulu originnya dari mana, terus kita cek ke negara, misalnya dari Fiji, kita mau cek Ke Fiji," kata dia.
Susi mengomentari soal keinginan masyarakat agar tangkapan nelayan dapat memenuhi kebutuhan industri. Menurut dia, hal tersebut tidak mudah dan sederhana. Industri mempunyai standar dan ukuran ikan tertentu yang menjadi bahan baku.
Nelayan, kata Susi, perlu mengganti alat tangkap dan jaring agar memperoleh ikan yang sesuai. Selain itu nelayan membutuhan waktu dan musim tertentu untuk memperoleh tangkapan yang banyak. Kondisi tersebut, kata dia, berbeda dengan kepentingan industri yang terus menerus memerlukan bahan baku produksi.
"Impor itu tidak tabu, karena sesuai kebutuhan. Yang penting jangan sampai menghancurkan lokal," kata dia. Susi tak mempermasalahkan jika industri nasional mengimpor ikan dan mengekspornya kembali seperti negara Cina. "Impor ribuan ton salmon tiap malam, dipotong filet kepalanya ditinggal Cina," ujarnya.
ALI HIDAYAT