TEMPO.CO, Malang - Pemerintah Kabupaten Malang melarang pemotongan sapi betina pedaging dan sapi perah produktif kendati harga daging sapi saat ini tengah melonjak tinggi. Penjualan dan pemotongan sapi betina dikhawatirkan akan mengganggu kegiatan reproduksi dan berdampak pada populasi sapi di wilayah yang dikenal sebagai salah satu sentra peternakan sapi andalan di Jawa Timur itu.
“Kami ingin tetap mempertahankan dan meningkatkan diri sebagai salah satu sentra ternak sapi di Jawa Timur. Sapi betina boleh dipotong asal sesuai regulasinya,” kata Bupati Malang Rendra kepada Tempo, Jumat pagi, 10 Juni 2016.
Pemerintah daerah setempat bisa melarang pemotongan sapi betina produktif dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dalam Pasal 18 ayat 2 disebutkan, ternak ruminansia betina produktif dilarang disembelih karena merupakan penghasil ternak yang baik, kecuali untuk keperluan penelitian, pemuliaan atau untuk keperluan pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sudjono menambahkan, ternak ruminansia merupakan ternak yang mempunyai saluran pencernaan yang khas, yaitu mempunyai empat lambung (rume, retikulum, omasum, dan abomasums) yang bisa mengkonversikan atau mengubah pakan yang berkualitas rendah menjadi produk bergizi tinggi. Berdasarkan tujuan pemeliharaannya, ada tiga penggolongan sapi, yakni sapi potong, sapi perah, dan sapi dwiguna alias sapi pekerja.
Sudjono menukas bahwa bukan berarti sapi betina benar-benar dilarang dipotong. Larangan tersebut gugur apabila hewan betina sudah berumur lebih dari delapan tahun atau sudah beranak lebih dari lima kali; tidak produktif atau majir, yang dinyatakan oleh dokter hewan atau tenaga asisten kontrol teknik reproduksi di bawah penyeliahan dokter hewan; mengalami kecelakaan yang berat; menderita cacat tubuh yang bersifat genetis yang dapat menurun pada keturunannya sehingga tidak baik untuk ternak bibit; menderita penyakit menular yang menurut dokter hewan pemerintah harus dibunuh atau dipotong bersyarat demi memberantas dan mencegah penyebaran penyakitnya, menderita penyakit yang mengancam jiwanya, serta membahayakan keselamatan manusia.
“Masih banyak sekali masyarakat, terutama peternak, yang belum mengetahui aturan-aturan pelarangan potong sapi betina itu. Padahal sudah kami sosialisasikan. Sejauh ini pelanggarannya berskala kecil karena ketidaktahuan saja,” ujar Sudjono.
Pelanggar larangan pemotongan sapi betina produktif bersanksi pidana kurungan dan atau didenda. Sanksi ini berlaku juga untuk pemotongan ternak ruminansia kecil. Dalam Pasal 86 UU Peternakan dan Kesehatan Hewan disebutkan, pemotongan ternak ruminansia kecil betina produktif dipidana kurungan paling singkat satu bulan dan paling lama enam bulan dan atau denda sedikitnya Rp 1 juta dan maksimal Rp 5 juta.
Sedangkan pemotongan ternak ruminansia besar betina produktif dipidana kurungan paling singkat tiga bulan dan paling lama sembilan bulan dan atau denda minimal Rp 5 juta dan paling banyak Rp 25 juta.
Pelanggaran Pasal 18 UU tersebut juga termasuk pelanggaran yang dikenakan sanksi administrative, antara lain, peringatan secara tertulis, penghentian sementara izin pemotongan (jagal), pencabutan izin pemotongan (jagal), dan pengenaan denda.
Pemantauan dan pengawasan terhadap kemungkinan terjadi pelanggaran pidana larangan memotong sapi betina produktif biasanya digencarkan pada masa Bulan Suci Ramadan dan Idul Fitri, serta terutama menjelang Idu Adha, dan akhir tahun.
Pemantauan dan pengawasan melibatkan sejumlah instansi terkait, seperti Satuan Polisi Pamong Praja dan aparat kepolisian.
ABDI PURMONO