TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertanian Amran Sulaiman melakukan tiga langkah sebagai solusi jangka pendek untuk mengatasi anomali pada sektor pangan.
Amran menegaskan, anomali yang terjadi pada sektor pangan itu didasarkan pada fakta empiris di lapangan, yakni melimpahnya pasokan tapi harga tetap naik. Pasokan itu terdiri atas, antara lain, minyak goreng, bawang merah, cabai, daging ayam, dan pangan lainnya.
"Fenomena ini, jelas hukum ekonomi supply-demand untuk Indonesia tidak berlaku,” kata Amran dalam keterangan resmi yang dikutip Bisnis.com, Rabu, 8 Juni 2016.
Karena itu, Amran menegaskan, pihaknya melakukan pelbagai langkah untuk mengurai masalah tersebut. Pertama adalah membangun komitmen produsen terbesar minyak goreng, gula pasir, daging sapi, dan daging ayam untuk berpartisipasi menurunkan harga atau menggelar bazar pangan.
Kedua, perlu melakukan pemetakan sentra produksi yang siap panen Juni-Juli 2016. Dalam hal itu, Amran menuturkan, produk petani dibeli dan langsung dikirim ke konsumen dengan melibatkan Bulog, Toko Tani Indonesia, Koperasi Pasar, Puskop TNI dan Polri, Gapoktan, dan Kelompok Tani.
“Ketiga, perlu melakukan pengendalian harga pada tingkat konsumen melalui bazar pangan murah secara besar-besaran,” ujar Amran. Menurut Amran, solusi jangka menengah dan panjang tentunya dengan memperpendek rantai pasok dan membentuk struktur pasar baru, sehingga petani menikmati profit.
Direktur Kajian Pangan dan Ekonomi Kerakyatan Nawacita Watch Tenri Ajeng mengatakan masalah terbesar pangan adalah persoalan distribusi dari petani ke konsumen. Dia menegaskan, hal itu dapat dilakukan dengan membentuk mata rantai produksi-sirkulasi-konsumsi.
Nawacita Watch menyatakan yang selama ini menjadi kelemahan pemerintah adalah produksi yang melimpah tak dibarengi dengan distribusi yang lancar ke konsumen serta pendek ke konsumen. Hal itu, kata Tenri, menyebabkan harga melonjak.
"Akhinya lagi-lagi pemerintah melalui Bulog langsung mengambil jalan pintas impor untuk memadamkan harga dengan alasan berpihak pada konsumen, padahal di satu sisi mencekik petani,” tutur Tenri.