TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sepakat dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,1 persen dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan 2016, yang akhirnya disetujui Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut Bambang, asumsi pertumbuhan ekonomi yang disepakati itu masih masuk akal.
"Namun pemerintah mesti kerja keras karena pertumbuhan pada triwulan II 4,92 persen. Jadi harus ada periode, di mana pertumbuhan mencapai 5,3 persen, untuk bisa kembali ke 5,1 persen," kata Bambang saat ditemui seusai rapat anggaran dengan Komisi XI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 7 Juni 2016.
Pemerintah, menurut Bambang, juga sepakat dengan angka inflasi 4 persen. Namun pemerintah perlu waspada terhadap harga pangan agar inflasi tetap terkendali. "Tapi Presiden juga concern pada harga pangan yang masih lebih tinggi dari harga di negara tetangga," ujarnya.
Asumsi suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan 5,5 persen, kata Bambang, juga masih realistis. Perkiraan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat Rp 13.500 pun masih masuk akal. "Di sisi lain, fed rate tetap akan menjadi risiko karena kami tidak tahu kapan akan dinaikkan," katanya.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo sepakat dengan asumsi nilai tukar tersebut, meski sebelumnya diprediksi nilai tukar rupiah pada 2016 akan berada pada level Rp 13.600. "Kami mendukung nilai tukar rupiah Rp 13.500 karena masih dalam range kami, yakni Rp 13.500-13.800," ujar Agus.
Ke depan, menurut Bambang, pemerintah akan berfokus terhadap defisit anggaran. Bambang ingin defisit tidak melampaui 3 persen. Apabila penerimaan pajak dari tax amnesty tidak tercapai, pemerintah akan melakukan pengetatan belanja. "Begitu ada kepastian di undang-undangnya (soal tax amnesty), kami akan upayakan potensi penerimaan dan repatriasi," kata Bambang.
ANGELINA ANJAR SAWITRI