TEMPO.CO, Bangkalan -Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, tertarik dengan tawaran kerja sama dari Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT). Saat berkunjung ke Bangkalan bersama tim dari Kemenko Perekonomian, GPMT menyatakan siap membeli seluruh produksi jagung petani di Bangkalan. "Berapa pun jumlahnya, mereka akan beli," kata Kepala Bidang Produksi Pertanian dan Holtikultura, Dispertanak Bangkalan, Geger Heri Susianto, Rabu, 8 Juni 2016.
Namun, kata Heri, kerjama sama itu akan sulit berjalan, sebab patokan harga beli jagung petani dari GPMT lebih rendah dibanding harga di pasaran lokal. GPMT hanya mampu membeli Rp1800-2000 per kilogram, sedangkan harga jual petani ke pedagang Rp3000-3500 per kilogram. "Kalau murah, petani pasti tidak mau jual."
Meski lebih murah, kata Heri, tawaran GPMT bisa jadi 'ban serep'. Jika suatu saat produksi jagung melimpah namun tidak terserap pasar, maka GPMT bisa jadi solusi jangka panjang, untuk membeli jagung petani. "GPMT bilang gak apa-apa jadi serep, yang penting harga beli jagung segitu."
Data Dinas Pertanian dan Peternakan Bangkalan menyebutkan total luas areal tanaman jagung di 18 kecamatan mencapai 60 ribu hektare berupa lahan hamparan kering. Dari luas itu, 60 persennya lahan masih ditanami jagung local (kecil), dengan produksi tak lebih dari 2 hingg 2,5 ton per hektare. Sebanyak 40 persen sisanya ditanami jagung hibrida (besar) yang produksi mencapai 7 ton per hektare.
Ketua Kelompok Tani Desa Jaddih, Kecamatan Socah, Jakfar mengatakan meski produksi jagung hibrida lebih tinggi, namun harga jualnya lebih rendah dibanding jagung kecil lokal. Saat ini harga jagung besar (hibrida) Rp 4 ribu per kilogram, sedangkan jagung kecil (lokal) Rp7 ribu, biasanya khusus untuk makanan burung dara.
Selain harga, kata Jakfar, yang membuat petani ogah menanam hibrida karena tinggi kadar airnya sehingga kurang enak dijadikan beras jagung dan dikonsumsi. "Di sini nasi jagung adalah menu favorit."
MUSTHOFA BISRI