TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pimpinan Nasional Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) kembali mempertanyakan pemerintah yang berencana mengimpor raw sugar sebanyak 380 ribu ton.
Menurut ketua umum DPN APTRI Soemitro Samadikoen, jika impor dilakukan untuk menstabilisasi harga gula di pasar tidak tepat. Selain menbutuhkan waktu lama, raw sugar yang diperkirakan baru sampai sekitar bulan Juli-Agustus. Setelah itu baru digiling menjadi gula putih sebelum dikonsumsi.
"Impor gula tidak tepat di saat musim panen atau giling tebu, karena akan menyebabkan stok melimpah dan harga turun. Ketika harga turun drastis, maka tidak ada jaminan rendemen," kata Soemitro Samadikoen dalam siaran tertulisnya, Rabu, 8 Januari 2016.
Kata Soemitro, jaminan rendemen minimal 8,5 persen adalah janji menteri BUMN kepada pabrik gula daerah saat mengadakan roadshow. Soemitro menduga pabrik gula milik BUMN tidak sanggup untuk menjamin rendemen itu, sehingga sebagai kompensasi, mereka melakukan impor.
Berdasarkan Surat Menteri BUMN Nomor: S-288/MBU/05/2016 tanggal 12 Mei 2016 tentang ijin impor raw sugar tahun 2016, pemberian ijin impor ditujukan kepada Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian dan Menteri Perindustrian. Dan surat Nomor S-289/MBU/05/2016 menugaskan PTPN X untuk mengimpor raw sugar sebanyak 381 ton yang akan dialokasikan kepada PT Perkebunan Nusantara IX, PT Perkebunan Nusantara X, PT Perkebunan Nusantara XI, PT Perkebunan Nusantara XII, PT PG Rajawali I dan II.
"Surat Menteri BUMN jelas menyebabkan ketidakadilan bagi petani tebu, karena yang dijamin rendemenya hanya petani yang bermitra dengan enam BUMN itu. Sedangkan yang tidak bermitra tidak memperoleh jaminan serta kepastian harga," kata Soemitro.
Soemitro mengatakan pemerintah tidak perlu untuk mengimpor raw sugar. Kata dia yang terjadi adalah ulah pihak tertentu yang ingin mendapatkan hak impor dan memainkam harga, agar gula terkesan mahal. Terlebih kata dia, Direktur Utama PPI menyatakan saat ini pemerintah masih memiliki stok gula 190 ribu ton yang siap untuk operasi pasar.
"Artinya stok gula ini cukup dan dimiliki perusahaan-perusahaan BUMN. Kalau produksi gula 2016 betul-betul kurang, maka impor gula menjelang musim giling 2017, bukan sekarang," ujar Soemitro.
DESTRIANITA KUSUMASTUTI