TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) memprediksi tren penurunan transaksi kartu kredit tidak akan berlarut-larut. Penurunan transaksi ini salah satunya disebabkan oleh kebijakan yang mewajibkan perbankan melaporkan setiap transaksi kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Angka penurunan diprediksi akan mencapai satu titik tertentu hingga level confidence masyarakat tercapai, kemudian transaksi akan kembali meningkat. "Artinya kembali lagi setelah masyarakat menemukan atau bisa memilah milah mana pengeluaran yang layak menggunakan kartu kredit mana yang tidak," ujar Ketua AKKI, Santoso, saat dihubungi, Selasa, 7 Juni 2016.
Pada satu titik itulah, menurut Santoso, masyarakat juga harus menggunakan alternatif pembayaran lain seperti tunai (cash), debit, dan transfer. Sehingga, penurunan transaksi tidak akan terus menerus terjadi. "Kapan penurunan akan berhenti ya setelah masyarakat bisa memiliki beberapa alternatif," ucapnya.
Namun, Santoso mengatakan hal itu bukan berarti kartu kredit akan ditinggalkan. "Tapi mungkin saja customer akan memilih kapan menggunakan kartu kredit kapan menggunakan alat pembayaran yang lain."
Mulai akhir Mei 2016 lalu, seluruh perbankan dan perusahaan yang menerbitkan kartu kredit akan diwajibkan melaporkan data transaksi kartu kredit ke Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan setiap bulannya. Kewajiban itu tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39 Tahun 2016 yang diresmikan pada 23 Maret 2016 lalu.
Dalam kebijakan itu disebutkan data transaksi kartu kredit yang dapat diminta oleh DJP meliputi nama bank, nomor rekening kartu kredit, ID merchant, nama merchant, nama pemilik kartu, alamat, nomor induk kependudukan (NIK) atau nomor paspor, NPWP, bukti tagihan, rincian transaksi, dan pagu kredit nasabah.
GHOIDA RAHMAH