TEMPO.CO, Jakarta -Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, berdasarkan analisis yang telah dilakukan oleh BI, pertumbuhan ekonomi pada 2017 mendatang akan berada pada kisaran 5,2-5,6 persen. "Masih sejalan dengan angka pertumbuhan ekonomi yang diasumsikan pemerintah dalam RAPBN 2017, yakni sebesar 5,3-5,9 persen," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 1 Juni 2016.
Pada 2017, BI meyakini bahwa perekonomian Indonesia akan berada pada kondisi yang lebih baik. Hal itu seiring dengan pemulihan perekonomian dunia yang diperkirakan mencapai 3,3 persen. "Pertumbuhan ekonomi global yang meningkat diharapkan memberikan dampak positif pada peningkatan ekspor Indonesia pada 2017," ujarnya.
Baca Juga: Asumsi Makro Pemerintah dalam RAPBN 2017, Pertumbuhan: 5,9 %
Agus menambahkan, rata-rata nilai tukar pada 2017 akan berkisar antara Rp 13.600-13.900. Kisaran itu sejalan dengan asumsi nilai tukar pemerintah dalam RAPBN 2017, yakni Rp 13.650-13.900. Pergerakan nilai tukar, dipengaruhi oleh sentimen adanya kenaikan The Fed Rate. "Namun, pergerakan rupiah ditopang oleh optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia."
BI juga memperkirakan, pada 2017 mendatang, tingkat inflasi akan berada pada level 4 plus minus 1 persen. Inflasi inti pun terjaga. Selain itu, inflasi volatile food juga cenderung menurun karena tata niaga yang lebih baik. "Sumber utama tekanan inflasi pada 2017 berasal dari peningkatan harga komoditas dan permintaan domestik," kata Agus.
Simak: DPR: Tax Amnesty Bukan untuk Atasi Defisit Anggaran
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2017, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan mencapai kisaran 5,3-5,9 persen. Sementara itu, asumsi bagi tingkat inflasi akan berada di kisaran 3-5 persen, nilai tukar rupiah berada di kisaran Rp 13.650-13.900, dan suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan berada di kisaran 5-6 persen.
ANGELINA ANJAR SAWITRI