TEMPO.CO, Surabaya – PT Lapindo Brantas Inc mengaku masih belum mengetahui kelanjutan izin pengeboran dua sumur gas pengembangan di Lapangan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo.
Seperti diberitakan sebelumnya, warga Kedungbanteng yang ada di sekitar lokasi pengeboran menolak aksi Lapindo menguruk dan memadatkan tanah yang menjadi kegiatan awal pengeboran (drill site preparation) pada Januari 2016. “Sejak 6 Januari 2016 sama sekali tidak ada aktivitas,” kata Vice President Corporate Communication Lapindo Brantas Inc Hesti Armiwulan saat dihubungi Tempo, Senin, 6 Juni 2016.
Hesti mengatakan pihaknya belum melaksanakan kegiatan apa pun di Lapangan Tanggulangin. Lapindo berupaya memenuhi permintaan dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi agar permasalahan sosial harus diselesaikan terlebih dulu.
“Begitu juga rekomendasi Gubernur Jawa Timur Soekarwo agar mendengar apa yang diinginkan masyarakat, tidak ada lagi persoalan sosial,” ujarnya.
Hanya saja, Lapindo meminta persoalan penolakan warga sekitar tidak dipolitisasi dan digeser menjadi isu lain. Sebab, warga yang semula merasakan trauma akibat semburan lumpur sembilan tahun lalu ingin memastikan pengeboran berikutnya aman.
Hesti mengklaim, pihaknya telah melakukan dialog dan memberikan pemahaman kepada masyarakat soal keamanan pengeboran. “Tapi ketika kami berusaha menjelaskan seperti yang diinginkan, tiba-tiba isu yang dipermasalahkan bergeser lagi. Soal dana bagi hasil, cost recovery, dan jaringan gas,” tuturnya.
Untuk itu, selain tetap melakukan sosialisasi, Lapindo menyatakan berfokus pada perawatan sumur (workover) di lima sumur di Lapangan Wunut (WNT), Porong dan Lapangan Tanggulangin (TGA), Tanggulangin. Sumur yang akan di-workover adalah WNT-4, WNT-15, WNT-16, WNT-19, dan TGA-3. Dari lima sumur, hanya WNT-4 dan WNT-19 yang dalam waktu dekat siap dieksekusi. Perawatan lima sumur itu telah mendapatkan izin dari SKK Migas.
Sementara itu, Ketua RT 3 RW 2 Desa Kedungbanteng Muhammad Fauzi menyatakan warganya tetap menolak pengeboran Lapindo dengan alasan apa pun. “Intinya, warga tidak mau ada lagi pengeboran di Kedungbanteng. Masalah keamanan dan lain-lain itu cuma alasan,” ujarnya.
Warga, kata dia, juga mengecam sikap Bupati Sidoarjo Saiful Illah yang tetap ngotot memperbolehkan Lapindo melakukan pengeboran. “Jabatannya kan cuma lima tahun? Apakah Bupati mau menjamin kalau terjadi apa-apa?” katanya.
Fauzi juga menambahkan, sosialisasi yang dilakukan selama ini bersifat tebang pilih. Warganya tak merasa diundang, tapi sebaliknya, acara sosialisasi hanya mengundang pihak-pihak yang setuju pengeboran saja. “Pihak yang diundang adalah yang mendukung dia dan dibayar dia. Yang tidak pro nanti dibenturkan ke polisi,” kata Fauzi.
ARTIKA RACHMI FARMITA