TEMPO.CO, Jakarta - Pada perdagangan awal pekan dan memasuki Ramadan, indeks harga saham gabungan atau IHSG diperkirakan bergerak konsolidasi dengan potensi melemah tipis. Menurut analis ekonomi dari First Asia Capital, David Sutyanto, IHSG akan bergerak pada rentang 4.810-4.890.
"Langkah IHSG untuk menguat cukup berat karena aksi profit taking. Secara teknikal, indikator RSI dan Stochastic mulai memasuki area overbought," kata David dalam siaran tertulis, Senin, 6 Juni 2016.
Dalam perdagangan kemarin, IHSG tutup di level 4.853,922 atau menguat 20,697 poin (0,43 persen). Penguatan terutama akibat naiknya sektor industri lain-lain, perbankan, tambang, dan infrastruktur.
Pada akhir pekan lalu juga terjadi penguatan nilai tukar rupiah ke posisi 13.612 per dolar Amerika Serikat. Optimisme pasar terhadap perbaikan ekonomi Amerika, kata David, menyebabkan kenaikan tingkat suku bunga The Fed menjadi hal yang wajar. "Tapi ada juga sentimen negatif dari Cina dan Euro yang masih mengindikasikan perlambatan ekonomi," katanya.
Bursa global akhir pekan lalu berfluktuasi dan cenderung turun. Indeks Eurostoxx di kawasan Euro akhir pekan lalu ditutup terkoreksi 1,2 persen pada angka 2.997,55. Pada Wall Street indeks DJIA dan S&P, masing-masing terkoreksi 0,2 persen dan 0,3 persen di level 17.807,06 dan 2.099,13.
Respons pasar terhadap keluarnya data tenaga kerja Amerika, Mei lalu, yang hanya menciptakan 38 ribu lapangan kerja, bervariasi. Angka ini di bawah perkiraan sebelumnya, 159 ribu, dan bulan sebelumnya, 123 ribu.
Ini merupakan angka terendah sejak September 2010. Buruknya angka tenaga kerja pada Mei lalu kembali menyurutkan ekspektasi kenaikan tingkat bunga memasuki paruh kedua tahun ini.
Selain data tenaga kerja, data aktivitas sektor jasa di Amerika pada Mei lalu mengindikasikan perlambatan pertumbuhan dengan indeks ISM Non-Manufacturing PMI di 52,9 turun dari bulan sebelumnya, 55,7.
DESTRIANITA KUSUMASTUTI