TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli memaparkan sejumlah hal yang menjadi masalah dalam program listrik 35 ribu megawatt (MW). Masalah pertama yang ia paparkan adalah sikap sejumlah pihak yang bersikap “asal bos senang”.
"Kasih target berlebihan, kurang realistis," kata Rizal saat ditemui di kantor Badan Pemeriksa Keuangan, Jakarta, Selasa, 31 Mei 2016. Ia menyebutkan target yang realistis adalah 17-18 ribu MW, bukan 35 ribu MW.
Kedua, seandainya PLN bisa menyelesaikan hal ini dalam lima tahun, akan terjadi permintaan berlebihan, sehingga PLN harus membayar listrik yang dibangun, baik yang digunakan maupun yang tidak. "Kalau itu dilakukan, PLN bayar US$ 10,7 miliar ke swasta per tahun. PLN sudah terlalu banyak bon. Bayar sesuatu yang tak digunakan bisa menjadi masalah besar."
Baca ini: BPK Temukan 166 Kontrak Proyek Listrik Era SBY Terhenti
Hal ketiga, menurut Rizal, adalah konsesi listrik di Indonesia banyak diberikan kepada pihak-pihak yang tak memiliki pengalaman dalam proyek ketenagalistrikan. "Tidak ada pengalaman membangun power station, tidak ada jaringan, cuma dapat izinnya saja."
Simak juga:
Kalahkan Apple, Xiaomi Pimpin Pasar Cina
PGN: Gas Pipa Lebih Murah Dibandingkan Elpiji Tabung
Iran Pasok 88 Ribu Ton Elpiji ke Pertamina Tahun Ini
Rizal juga menyinggung banyak pemerintah daerah pasif dalam membebaskan lahan, padahal merekalah pihak yang sering meminta kehadiran listrik di daerahnya. "Memang ribet, ada investor, tak ada uang tunai untuk membebaskan. Mengharapkan pemerintah merapikan tanah dulu, baru mereka ke bank."
Persoalan berikutnya adalah ihwal energi terbarukan. Menurut dia, harus ada diversifikasi energi seperti geothermal. "Terus-menerus menggunakan batu bara tak disarankan. Batu bara itu tidak sehat," tuturnya.
DIKO OKTARA