TEMPO.CO, Jakarta - PT Chevron Pasific Indonesia diklaim terus menawarkan pensiun dini, terutama bagi 651 orang karyawannya, karena telah menjalani demosi awal bulan ini. Demi menjalankan program pengelolaan tenaga kerja atau work force management.
"Pensiun dini, kini terus ditawarkan sampai 31 Mei mendatang kepada 651 orang karyawan Chevron," ujar Ketua Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Basis Chevron Riau Nofel di Pekanbaru, Rabu, 25 Mei 2016.
Dia mengatakan 651 orang karyawan tersebut tidak masuk roda organisasi baru di tubuh perusahaan multinasional penghasil minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia, baik Pulau Sumatera maupun Kalimantan.
Roda organisasi baru Chevron yang berasal dari Amerika Serikat itu, cuma membutuhkan pekerja sebanyak 4.880 dari total karyawan sampai awal tahun ini berjumlah 6.500 orang di Indonesia.
Tercatat hingga 30 April 2016, jumlah karyawan Chevron telah berkurang karena terkena pemutusan hubungan kerja sebanyak 806 orang, setelah pada 31 Maret 2016, sebanyak 740 orang dari rencana perusahaan mengurangi karyawan sampai 1.600 orang. "Lagi-lagi ini jadi pertanyaan besar bagi kita sebagai serikat buruh di Chevron. Kenapa 651 orang karyawan harus jalani demosi, padahal mereka tidak lakukan kesalahan," tegasnya.
Biasanya, ucap Nofel, jika seorang karyawan melakukan kesalahan dalam bekerja, sesuai dalam perjanjian kerja bersama, boleh diturunkan pangkat atau jabatannya. "Tapi sekarang ini, mereka tidak lakukan kesalahan. Namun Chevron telah bertindak semena-mena dengan membuat demosi seperti sekarang ini. Jadi yang dikorbankan di pihak buruh," tuturnya.
"Padahal secara informal para pejabat tinggi Chevron telah menyampaikan, tidak ada karyawan yang tidak masuk organisasi kerja baru. Lalu, semua masuk organisasi baru tersebut sesuai dengan kompetensi, jabatan, dan pangkat," kata Nofel.
Senior Vice President, Policy, Government, and Public Affairs Chevron Indonesia Yanto Sianipar sebelumnya mengatakan perusahaan migas itu kini tengah melakukan kajian terhadap semua model bisnis dan operasi. "Latar belakangnya bukan hanya karena harga minyak yang rendah, melainkan sejak tahun lalu kami sudah melakukan tinjauan terhadap bisnis dan operasi di lapangan," katanya.